Puskesmas di Kabupaten Malang Berhasil Turunkan Stunting

“Strategi penanganan stunting dilakukan secara spesifik dan sensitif. Intervensi secara spesifik dilakukan dengan pemberian makanan tambahan, suplementasi gizi, PMBA dan pelayanan kesehatan. Sementara secara sensitif dengan memastikan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi. Selain itu, kerjasama lintas sektor dengan pemerintah dan pihak swasta juga turut mendukung upaya penanganan stunting ini,” jelas Arbani Mukti Wibowo.

Lebih lanjut, Arbani mengatakan, kerjasama dengan HIPPG telah memberi banyak peningkatan terhadap kemajuan penanganan stunting di wilayahnya.

“HIPPG selama ini telah melakukan pembinaan, pelatihan kepada tenaga kesehatan secara teknis, petugas promosi kesehatan hingga dokter spesialis anak di rumah sakit rujukan, serta melakukan pendampingan terkait sistem rujukan. Saat ini bahkan dokter umum di Puskesmas bisa koordinasi dengan dokter spesialis anak atau dokter spesialis obgyn jika itu menyangkut kandungan,” imbuhnya.

Ir Tomie Herawanto, MP Kepala Bappeda Kabupaten Malang menjelaskan bagaimana kebijakan makro Kabupaten Malang terkait pengentasan stunting.

“Intervensi dimulai dari perangkat paling bawah yaitu desa, di mana kami mewajibkan minimal 5 persen dalam pengajuan kebutuhan masyarakat adalah untuk kesehatan dan salah satunya adalah stunting. Kita juga punya data di mana desa-desa yang angka stuntingnya perlu diperhatikan,” jelas Tomie Hernanto.

Ia menegaskan, kekeliruan yang sering terjadi selama ini adalah saat pengajuan anggaran hanya fokus pada pembangunan infrastruktur. Padahal, infrastruktur unggul tidak akan berarti apabila masyarakatnya tidak unggul.

Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat drg. Kartini Rustandi, M.Kes juga mengingatkan, penanganan stunting erat kaitannya dengan 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). Oleh karena itu, perlu diperhatikan kesiapan remaja putri dan calon ibu dalam menghadapi kehamilan, serta pemantauan yang baik pasca persalinan.

“Selama hamil, calon ibu harus sehat, di pantau dengan baik hingga saat melahirkan. Anak yang dilahirkan harus mendapat inisiasi menyusui dini, ASI eksklusif, baru kemudian diberikan makanan tambahan yang sesuai dengan ketentuan,” jelas Kartini Rustandi.

Upaya ini harus dipahami oleh masyarakat dan juga harus dilakukan oleh masyarakat. Sebab, bagaimana keterlibatan masyarakat dan keaktifan kader dan tenaga kesehatan sangat menentukan keberhasilan program.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan