Namun, ada hal selain pemikiran Kosman yang membuat warga curiga. Menurut Asep, warga yang menggarap kebun milik Kosman diberi upah lebih besar.
”Upahnya biasa Rp 80 ribu, jadi Rp 100 ribu. (Penggarap) dikasih makanan sama mi instan, takutnya ada tujuan tertentu,” ungkap Asep.
Sebenarnya bukan hanya Kosman yang pernah bermasalah dengan warga Desa Limusgede. Ayahnya pun pernah diusir dari desa itu.
“Dahulu, kan, bapak saya juga jadi kepala desa di sini. Dia juga bercerita bahwa bapaknya (Kosman) itu bermasalah soal meteran listrik dengan masyarakat,” kata Asep.
Lebih lanjut Asep mengatakan bahwa dua anak Kosman kini tinggal terpisah. Satu anak tinggal di Sidareja, Jawa Tengah, sedangkan seorang lagi ikut Kosman.
”Kalau yang di Sidareja kayaknya tidak terpengaruh oleh ayahnya, ” ucap Asep.
Salah seorang warga Dusun Burujul, Erum (56) mengatakan bahwa Kosman menjadi lebih bersih dan putih setelah tinggal di Kota. “Beda saat tinggal di kampung” ujarnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pangandaran H Otong Aminudin juga mengenal Kece. ”Saya sendiri sering bergesekan dengan orang itu, karena dia sering bikin kontroversi di sini,” ujarnya.
Ternyata Kosman membuat warga desanya pindah agama. “Sudah ada sekitar 25 orang,” ujar Otong.
Nama Kece bisa jadi dari pelesetan Kace. Istilah itu merupakan akronim kafir celaka.
Menurut Otong, dirinya dan warga meminta Kosman pindah ke daerah lain. “Tahun 1997 atau 1998, sebelum moneter-moneter (krisis finansial, red) itu,” ujar Otong.(Radar Pangandaran)