Mengenal “LALILULELO”, Gejala Turunnya Tingkat Kognitif Setelah Sembuh dari Covid-19

Anda yang ingin melakukan skrining deteksi dini demensia, bisa mengunduh aplikasi EMS (e-Memory Screening). Aplikasi ini dibuat oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf Seluruh Indonesia.

“Tiga fitur utama pada aplikasi ini, di antaranya artikel demensia, AD8-INA skrining, dan daftar rumah sakit serta dokter spesialis neurologi terdekat,” kata dia.

Menurut Puvokisa, masyarakat tidak perlu khawatir dan cemas berlebihan. Ahli kesehatan akan membantu menyusun program sesuai dengan masalah kognitif yang ada.

Menurut dia, memperbanyak interaksi sosial dan menyusuk aktivitas produktif terjadwal dapat membantu mengatasi gangguan kognitif yang dialami.

 

Gangguan saraf akibat virus corona

Berdasarkan beberapa penelitian, infeksi virus corona tidak hanya menyerang saluran pernapasan, tapi juga dapat berdampak negatif terhadap saraf dan otak.

Sebuah penelitian di Meksiko menunjukkan dari 370 pasien yang dirawat, sekitar 20 persen mengalami gejala neurologis seperti sakit kepala, anosmia, ageusia dan gangguan neurologis lainnya.

Selain itu, penelitian dari Oxford memperlihatkan, dari 236.379 pasien yang didiagnosis COVID-19, sebanyak 33,62 persennya mengalami gangguan neurologis dan psikiatris dalam 6 bulan setelahnya.

Secara khusus pada saraf, virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 bisa mengenai daerah itu secara langsung dan tak langsung, ungkap dokter spesialis saraf sekaligus Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUI, dr. Ramdinal Aviesena Zairinal, Sp.S.

“Secara langsung yaitu virus yang berada pada ujung-ujung saraf, misalnya saraf pada hidung, lidah, paru-paru, usus, lalu ke otak. Pada jalur yang tidak langsung, saraf bisa terkena akibat respon tubuh melawan virus, virus di dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh dan bisa masuk ke otak,” ujar dia.

Pada kondisi awal, gangguan saraf bisa berupa sakit kepala, gangguan penciuman dan pengecapan. Sementara pada kondisi lanjut, gangguan saraf bisa berupa stroke, penurunan kesadaran dan kejang.

Oleh karena itu, menurut Ramdinal, pasien perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah komplikasi yang lebih parah.

Dia dan tim pernah melakukan penelitian terkait gangguan saraf pada penderita COVID-19 di RSUI dan RSCM. Mereka menemukan, dari 227 pasien, terdapat beberapa pasien yang mengalami gangguan saraf dengan gejala antara lain: penurunan kesadaran (59 kasus), stroke (58 kasus), pingsan (46 kasus), kejang (28 kasus), sakit kepala (22 kasus), infeksi otak (16 kasus), serta gangguan penciuman atau pengecapan (8 kasus).

Tinggalkan Balasan