BANDUNG – Maraknya pemotongan dan kecurangan Bantuan Sosial (Bansos) di wilayah Jawa Barat (Jabar) kembali menjadi sorotan. Sehingga diperlukan penindakan tegas dan pengawasan ekstra ketat supaya tidak terjadi kembali.
Seperti diketahui, Kabupaten Tasikmalaya pada (4/8) lalu, sempat ramai adanya pemotongan Bantuan Sosial Tunai (BST) Rp100 ribu per penerima oleh ketua RW. Namun pihak desa membantah uang yang terkumpul dari pemotongan BST kemudian dibagikan kepada warga yang tidak masuk daftar penerima BST.
Untuk di Kabupaten Karawang pada (6/8) lalu, salah seorang warga penerima Bantuan Sosial (bansos) tunai dari Kementerian Sosial melaporkan ke Kejaksaan Negeri Karawang karena dipotong sebesar Rp300 ribu oleh petugas desa.
Sementara di KBB pada (8/8) lalu, Saber Pungli Jabar menyelidiki dugaan kecurangan dalam penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) terkait kualitas sembako yang tidak sesuai dengan ketentuan Kementerian Sosial. Sehingga beras yang normalnya seharga Rp 9.000 per kilogram, menjadi Rp 11.000 per kilogram.
Berdasarkan data laporan dari Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan dan Penanganan Covid-19 Jabar, perihal progres penyaluran Bansos Jawa Barat per tanggal (9/8). Dari kuota 12.793.573 KPM progres penyalurannya 8.833.049 KPM. Untuk perorangan dari 4.362.641 progres penyalurannya 2.696.932 orang.
Menanggapi maraknya pemotongan bantuan sosial dibebarapa daerah, Kapolda Jabar Irjen Pol Ahmad Dofiri mengatakan, tengah mengusut dugaan pemotongan bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Karawang dan Tasikmalaya.
Menurutnya, kasus pemotongan yang terjadi di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Tasikmalaya sangat fatal. Pasalnya, pemotongan dana bansos tunai dilakukan perangkat desa tanpa kesepakatan dengan warga.
“Berdasarkan hasil penyelidikan di Karawang, karena pemotongan dengan alasan dana Covid-19 yang kurang. Sementara di Tasikmalaya ada kesepakatan dengan warga,” kata Kapolda Jabar Irjen Pol Ahmad Dofiri saat meninjau vaksinasi santri Persis di Kota Bandung, Rabu (11/8).
Irjen Pol Dofiri menjelaskan, yang terjadi di Tasikmalaya merupakan pemotongan bansos beras. Menurutnya, pengurangan bansos beras ini dilakukan perangkat desa setempat setelah ada kesepakatan dengan warga.
Dia mencontohkan, kasus di Tasikmalaya misalkan yang terdaftar (sebagai penerima bansos beras) 10 orang. Sementara warganya (yang layak menerima) ada 15 orang.