Kuatnya Kongkalikong Putra Siregar di Bawah Menteri Sri Mulyani

Ajaibnya, pada November 2020, PN Jaktim menyatakan PS tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala tuntutan.

Dilihat dari kronologis dan prosesnya, kasus tersebut mengindikasikan adanya dugaan suap menyuap di antara oknum Bea dan Cukai dan pengadilan, yang membebaskan PS dari jeratan hukum.

Berdasarkan informasi, uang denda Rp 5 miliar yang mestinya masuk ke kas negara, telah bergeser ke kantong oknum-oknum peradilan dan Bea dan Cukai sebagai pelicin dibebaskannya PS. Ditambah, komitmen fee selama PS menjalankan bisnis ilegalnya hingga saat ini.

Jika kita mengunjungi salah satu gerai PS Store di bilangan Condet, Jakarta Timur tampak terasa ganjil. Lantaran tak pernah sepi pembeli. Harga ponselnyapun dibandrol sekitar 30 % lebih murah daripada harga pasaran.

Kongkalikong DJP

Praktik PS tentu merugikan negara karena kehilangan potensi pendapatan pajak. Diperkirakan angkanya mencapai Rp. 2,8 triliun per tahun. Apabila peristiwa penyelundupan barang ilegal semacam itu dibiarkan terus menerus, sama saja artinya membajak penerimaan negara.

Kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun patut dipertanyakan. Terindikasi kuat masih ada kongkalikong di Kantor Pajak yang membuat Putra Siregar bisa lolos kewajiban pajak.

Dilihat dari potensi Pajak, penghasilan dan transaksi yang dilakukan PS Grup bisa mencapai Rp 50 milyar.

Hampir semua Stakeholder yang bermasalah itu ada di bawah Menkeu Sri Mulyani. Maka sudah saatnya aparat yang berwenang melakukan investigasi lebih jauh dan menindak oknum Bea dan Cukai, DJP. Begitupun Mafia Peradilan. (***)

 

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan