6 Bulan Vaksinasi COVID-19: Mengapa Indonesia Terseok-seok Mencapai Target?

Pengadaan alternatif tanpa membebani anggaran sebenarnya sudah dicoba melalui Vaksinasi Gotong Royong (VGR) yang melibatkan perusahaan swasta.

Tapi implementasinya masih tersendat dan tidak termonitor secara transparan. Setelah berjalan hampir dua bulan, program ini baru bisa menjangkau kurang dari 2,5% dari target 20 juta orang.

Mahalnya harga vaksin kelihatannya menjadi salah satu ganjalan terbesar dalam program vaksinasi swasta ini.

Salah satu solusi atas masalah ini adalah pemerintah bisa memperbanyak tipe vaksin yang diizinkan dalam Vaksin Gotong Royong dengan kisaran harga yang bervariasi.

Usaha diversifikasi sumber pasokan pun masih bisa terbentur kebijakan satu pintu.

Saat ini semua stok vaksin pemerintah maupun swasta harus diimpor, diproduksi, dan didistribusikan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma. Kecepatan program vaksinasi sangat tergantung dari kecepatan BUMN ini.

Membuka jalur-jalur pasokan baru tentu akan menambah beban kerja Bio Farma dan meningkatkan risiko gangguan terhadap rantai pasokan yang sudah ada.

Pemerintah perlu mempertimbangkan penambahan pintu masuk vaksin untuk mengurangi risiko kemacetan pasokan vaksin.

Kementerian Kesehatan dan Kementerian BUMN bisa mempertimbangkan penugasan Pertamedika Indonesia Healthcare Corporation (IHC) yang merupakan BUMN holding rumah sakit. Vaksin yang dibeli oleh IHC nantinya dapat langsung digunakan di jaringan rumah sakit BUMN.

Lebih jauh lagi, IHC bisa diarahkan untuk bekerja sama dengan rumah sakit swasta untuk pendistribusian vaksin.

Kebanyakan rumah sakit di Indonesia dimiliki oleh swasta. Jadi jaringan mereka adalah aset penting untuk program kesehatan berskala nasional seperti ini.

Inisiatif perusahaan farmasi swasta pun perlu didukung, misalnya kerja sama pengembangan vaksin COVID-19 antara Kalbe Farma dengan Genexine dari Korea Selatan.

Usaha-usaha diversifikasi pasokan perlu dilakukan untuk menghindari gangguan yang sangat mungkin terjadi lagi.

Indonesia bukan satu-satunya negara di dunia yang membutuhkan vaksin COVID-19 dan sayangnya belum mampu memproduksi vaksin sendiri.

Jadi, setinggi apa pun targetnya, kecepatan vaksinasi akhirnya akan berpulang kepada ketersediaan pasokan vaksin secara konsisten. (sumber: The Coservation)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan