JAKARTA – Pembentukan Pos Komando (posko) COVID-19 di tiap kabupaten/kota terhambat. Penyebabnya adalah lambatnya distribusi anggaran.
“Laporan Satgas daerah diketahui ada hambatan distribusi anggaran untuk membentuk posko dan operasionalisasinya,” tegas Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito di Graha BNPB Jakarta, Kamis (17/6).
Menurutnya, Posko COVID-19 dibentuk di seluruh desa dan kelurahan di Indonesia. Tujuannya upaya pencegahan. Posko ini dibentuk untuk melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi perkembangan kasus COVID-19 di tingkat mikro. Khususnya selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.
“Pemerintah pusat terus mendorong distribusi anggaran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan pemerintah daerah ke level wilayah administrasi di bawahnya. Pemerintah pusat juga mendorong monitoring menyeluruh sampai pemantauan ke tingkat RT,” terang Wiku.
Penggunaan anggaran bertujuan mendukung operasional posko untuk melaksanakan fungsinya. Yaitu fungsi pencegahan, penanganan, pembinaan dan fungsi pendukung dalam pengendalian COVID-19.
Berdasarkan hasil evaluasi, terdapat 11 dari 15 kabupaten/kota, pembentukan posko masih rendah. Yakni di bawah 50 persen. Sementara 4 lainnya, pembentukan posko sudah di atas 60 persen.
Sebelas daerah dengan angka kenaikan kasus harian yang tinggi. Namun jumlah poskonya di bawah 60 persen. Antara lain Jakarta Barat dengan kasus naik 167 persen, Bed Occupancy Ratio (BOR) 77 persen. Sementara pembentukan posko 25 persen (26 dari 28 kelurahan).
Kedua, Kota Depok dengan kasus naik 111 persen, BOR 66,16 persen. Sedangkan posko terbentuk 32 persen ( 19 dari 58 kelurahan). Ketiga, Kota Bekasi dengan kasus naik 192 persen, BOR 73,85 persen, posko terbentuk 18 persen (10 dari 55 kelurahan).
Keempat, Demak, Jateng dengan kasus naik 485 persen, BOR 82,7 persen, posko terbentuk 43 persen (101 dari 233 kelurahan). Kelima, Bangkalan – Jatim dengan kasus naik 715 persen, BOR 86,88 persen, posko terbentuk 26 persen (70 dari 260 kelurahan).
Sementara empat daerah dengan kasus kenaikan tinggi, namun sudah membentuk posko lebih dari 60 persen. Di antaranya Grobogan, Jateng dengan kasus naik 2.803 persen, BOR 93,65 persen, dan posko terbentuk 70 persen (180 dari 257 kelurahan).
Kemudian, Jepara, Jateng dengan kasus naik 241 persen, BOR 73,33 persen, posko terbentuk 87 persen (158 dari 181 kelurahan).
“Wilayah lainnya adalah Sleman, DIY dengan kasus naik 74 persen, BOR 67,37 persen, dan posko terbentuk 81 persen (70 dari 86 kelurahan),” kata Wiku.