Dengan langkahnya itu, Burry minta izin ke otoritas pasar modal. Siapa yang mau jual saham ke Burry. Dengan harga itu. Tentu Tesla tidak mau. Harga saat itu sudah di atas USD 700/saham.
Tapi Burry memprediksi harga saham Tesla akan jatuh berkeping. Akan jauh di bawah nilai short itu.
Maka kalau ada yang menyerahkan sahamnya ke Burry, dengan harga itu, kelak, kalau harga saham jatuh, masih bisa menjual dengan harga short tersebut.
Memang Burry tidak berhasil melakukan short. Tapi harga saham Tesla langsung turun. Dan terus turun. Terakhir, di catatan saya, harga saham Tesla ”tinggal” USD 576/saham.
Nilai perusahaan Tesla pun turun drastis. Elon Musk tidak lagi menjadi yang terkaya di dunia –menjadi nomor dua.
Senin lalu, Burry mengajukan izin lagi. Untuk melakukan short lagi. Tentu dengan nilai tawaran yang baru.
Sewaktu krisis moneter 2008, Burry sukses besar. Ia melakukan short untuk mortgage perumahan. Yang kenaikan harganya ia nilai sudah keterlaluan.
Burry meramalkan akan terjadi krisis. Maka ia lakukan short. Yang tujuannya dua: mengingatkan bahaya gelembung itu dan mencari keuntungan.
Peringatannya gagal. Pemilik uang tetap emosional mengejar mortgage: pecahlah krisis 2008.
Bisnisnya berhasil: perusahaan Burry mendapat laba Rp 7 triliun. Ia sendiri, secara pribadi, mendapat untung sekitar Rp 1,5 triliun.
Kini Burry menggarap Tesla. Meski saham Tesla sudah terkoreksi lebih 30 persen Burry belum puas. Harga saham itu masih ia anggap berlebihan.
Burry pun tidak takut akan bernasib seperti Bentjok. (Dahlan Iskan)