Konsep Merdeka Belajar, dengan harapan bangsa ini sejajar dengan pendidikan kelas dunia tentunya perlu urun rembug semua pihak. Gelontaran dana pendidikan yang selangit harus berbanding lurus dengan hasil. Diberikannya otonomi mengelola keuangan dana bos bagi pihak sekolah adalah terobosan yang perlu diacungkan jempol. Dengan harapan penggunaannya sesuai dengan pagu yang sudah dibuat, tinggal bagamana pihak sekolah mengganggarkan skala perioritas untuk memajukan pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah menjadi garda terdepan.
Pada kenyataannya “kue” ini tidak sedikit membuat “ngiler” pihak lain. Jika pimpinan sekolah yang seharusnya mengelola bagaimana mengalokasikan dana demi kemajuan sekolah, ternyata tidak semudah membalikkan tangan. Yang pada akhirnya, pimpinan bukan sibuk bagaimana memajukan sekolah, justru melayani pihak yang tidak bertanggunjawab. Hampir setiap kesempatan tamu berdatangan dengan alasan kontrol social dana bos, yang pada ujung-ujngnya justru bagaimana mereka “kecipratan”. Tidak jarang mereka mencari kelemahan apa yang selama ini digarap sekolah, bukan memberikan solusi. Demikian juga memaksakan barang-barang tertentu denga harga selangit.
Fenomena di lapangan ini menjadi lumrah, kendati pihak sekolah dibuat pusing tujuh kelilng, bagaimana “memaksanakan” dana yang digunakan ke dalam laporan BOS. Inilah yang menjadi kamuflase Merdeka Belajar. Bisakah pemerintah membedahinya?
Paling tidak, Mas Menteri perlu duduk bersama dengan berbagai pihak bagaimana memajukan dunia pendidikan tanpa harus merecoki keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Berilah keleluasaan pimpina sekolah mengoftimalkan dana yang ada demi kemajuan pendidikan, tentu dengan kontrol tetap berjalan. Jika, ini berjalan dengan baik, mimpi pendidikan kita sejajar dengan bangsa lain, insyaAllah akan berhasil.***
*Penulis, Asesor Penulisan Buku Nonfiksi dan Penyuntingan BNSP, Guru SMPN 1 Cangkuang, Kab. Bandung.