BANDUNG – Berjuang di garda terdepan dalam penanganan pasien Covid-19 sangat lah beresiko. Tidak sedikit para dokter, nakes dan relawan berguguran. Memang sangat beresiko, tapi itu yang seharusnya dilakukan.
Sang garda terdepan kini tinggal nama esensi. Terdepan, tapi tidak di depankan. Lir ibarat Habis Manis Sepah di Buang.– digunakan dirawat dengan baik, tetapi bila tidak dipergunakan lagi dicampakkan begitu saja.
Mengapa tidak. Di awal pandemi datang, pemerintah kewalahan hadapi pandemi ini. Tak ada yang paling depan, kecuali para dokter, nakes dan relawan.
Rela tidak tidur. Memakai baju Alat Pelindung Diri (APD) dengan lama. Mendapat sanksi sosial. Karena menangani pasien Covid-19. Meninggalkan keluarga demi tugas mulia. Bahkan rela mati demi menyelamatkan.
Kini penyebaran Covid-19 melandai. Perhatian terhadap relawan nakes pun kian memudar. Bukan hanya apresiasi saja, melainkan dari hak dan kewajibannya untuk pun abu-abu — Bagai Pungguk Merindukan Bulan.
Nistya Ayuningtyas Herdiani relawan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) mengaku terkatung-katung soal insentif itu. Sebab, selama tiga bulan menjadi relawan belum menerima insentif itu.
“Kita sudah melakukan kewajiban sebagai relawan. Kalau saya sih 3 (tiga) bulan dari Januari. Kita sudah di berhentikan terakhir bulan maret. Tapi belum ada insentif dari sana (Kemenkes),” ucap Tya saat dihubungi Jabar Ekspres, Rabu (28/4).
Menjadi tulang punggung keluarga bagi seorang perempuan sangatlah berat. Menanti harapan semu begitu gelap. Hal itu dirasakan dirinya saat tiga (3) bulan jauh dari anak dan keluarga.
Selama itu, dirinya dan relawan lain tinggal di Hotel Preanger Kota Bandung. Di akhir bulan maret, para relawan sontakan kabar mengagetkan. Harus cek out secara mendadak.
“Saya dari awal, bulan janurari disini. Kita kan diberhentikan secara mendadak di 30 bulan Maret. Katanya keputusan Menteri seperti itu. Nah dari mulai April akhirnya penganguran. Kita belum dapat sepersen pun. Baik dari Kemenkes maupun RSHS,” katanya.
Selama tinggal di hotel, ucap dia, biaya hidup mandiri. Karena menanti insentif itu. Memberanikan untuk pinjam-meminjam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.