Abu Hurairah menceritakan bahwa suatu hari seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw. dan mengadukan kesesatan hatinya (tidak mudah tersentuh terhadap penderitaan orang lain). Beliau kemudian menasihatinya seraya berkata, “Jika kamu ingin hatimu menjadi lembut maka beri makanlah orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR. Ahmad).
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang di antara umat sebelum kalian menjalani perhitungan amal perbuatan, ternyata ia tidak memiliki amal kebaikan barang sedikit pun kecuali ia (mendapat amal kebaikan) karena ia seorang yang kaya dan gemar bergaul dengan orang banyak; ia selalu memerintahkan kepada semua pelayannya agar memaafkan orang-orang miskin (yang berhutang kepadanya). Maka Allah Swt. berfirman kepada para malaikat-Nya, “Kami lebih berhak untuk melakukan hal tersebut daripadanya; kalian harus memaafkannya.” (HR. Bukhari).
Barang siapa yang memaafkan orang yang tidak mampu membayar utang kepadanya, maka dosa-dosanya dimaafkan oleh Allah Swt., seperti yang disebutkan dalam hadits ini mengenai kisah salah seorang dari kalangan umat terdahulu.
Ketika orang tersebut (orang kaya) mati dan diperiksa ternyata pada dirinya tidak terdapat suatu amal baik pun, tetapi dia adalah seorang kaya raya dan banyak menolong orang lain. Ia memerintahkan kepada para pembantunya agar memaafkan orang yang tidak mampu membayar utangnya atau menangguhkannya sampai ia mampu membayar tanpa embel-embel bunga. Maka Allah berfirman, “Aku lebih berhak untuk melakukan hal itu terhadapnya, maka berilah dia maaf.” Allah Swt. telah berfirman, “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2:280).
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Nabi Daud a.s. telah berkata, “Engkau masukkan tanganmu ke mulut seekor naga hingga batas siku lalu naga itu mengunyahnya; hal ini lebih baik bagi engkau daripada engkau meminta sesuatu kepada seseorang yang tidak punya apa-apa, kemudian sesuatu itu diada-adakannya.” (HR. Ibnu Asakir melalui Abu Hurairah r.a.).