Diet Gluten Free dilakukan dengan mengurangi asupan gluten, senyawa yang terkandung dalam gandum dan produk olahannya seperti roti, mie, sereal, pasta, dan juga biskuit. Sedangkan diet Casein Free dilakukan dengan menghindari susu sapi, termasuk juga susu krim, keju, yogurt, dan mentega. Alternatifnya bisa berupa tepung beras, tepung beras merah, tepung kentang, tepung maizena, tepung kedelai, tepung singkong, tepung umbi-umbian dan bihun. Sedangkan susu kedelai, sari almond, dan sari kacang hijau bisa digunakan sebagai pengganti susu sapi. Makanan sumber gluten atau kasein yang masih banyak dikonsumsi oleh penyandang autis, jika masih disertai dengan kebiasaan aktivitas fisik yang rendah, maka asupan energi yang masuk dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak. Simpanan lemak tubuh dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan status gizi lebih. Anak autisme yang menerapkan diet GFCF dengan ketat tanpa disertai dengan makanan variatif yang mampu menggantikan zat gizi dalam makanan sumber gandum atau susu, akan berisiko gizi kurang. Konsumsi makanan yang sudah variatif namun adanya gangguan absorpsi dan metabolisme makanan yang dikonsumsi juga dapat mengakibatkan defisiensi zat gizi sehingga dalam jangka panjang anak mengalami gizi kurang.
Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah adanya faktor yang mempengaruhi status gizi anak autisme. Pola perilaku anak autisme yang khas, yaitu isolasi sosial dan memiliki perilaku yang berulang-ulang, sehingga kategori aktivitas mereka masuk dalam kategori rendah. Hal ini dapat ditunjukkan pada hasil penelitian Syifa Nala, dkk (2017) bahwa anak autisme yang malnutrisi memiliki aktivitas fisik kurang sebesar 61,1%. Pola perilaku sedentary, seperti menonton televisi, games yang sering dilakukan pada responden dapat meningkatkan prevalensi obesitas.
Sarannya, bagi orangtua yang memiliki anak penyandang autisme dianjurkan untuk menerapkan pola makan anak yang variatif guna untuk mencapai angka kecukupan zat gizi, serta mempertimbangkan ada tidaknya alergi untuk mengurangi picky eater pada anak autisme.
Berikut ada beberapa cara untuk menerapkan diet GFCF pada anak autis secara garis besar dari para ahli autis menurut Danuatmaja (2004) dengan cara menghindari atau mengurangi makanan yang berbahan dasar terigu biasanya dalam bentuk mie. Solusinya, cari bahan makanan mirip dengan mie misalnya dari tepung beras, bihun, spageti beras, kwetiau beras, fettuccini beras atau jagung. Hindari juga atau mengurangi mengonsumsi biskuit. Biskuit yang dijual di pasaran biasanya terdiri dari susu, terigu, dan zat aditif, seperti perenyah, pengawet, perasa, dan pemanis. Solusinya, cari biskuit yang berbahan dasar tepung beras bisa dibuat sendiri atau yang dijual di toko makanan. Kemudian, menghindari atau mengurangi roti karena biasanya roti ini dominan mengandung tepung terigu dan ragi. Solusinya, buatlah camilan bebas tepung seperti ubi rebus, singkong goreng, atau kentang goreng atau jajan pasar tanpa bahan terigu. Selain itu hindari atau kurangi juga makanan yang bersumber dari susu sapi, seperti susu bubuk, susu cair, keju, cokelat, yoghurt, dan es krim. Solusinya, ganti dengan susu kedelai bisa ditambah aroma pandan atau jahe, atau mencoba membuat susu kentang buatan sendiri atau beli jadi di toko, bisa juga dari susu yang berasal dari air beras atau susu kacang almond. Alternatif selanjutnya, menghindari atau mengurangi makanan yang banyak mengandung gula, biasanya terdapat pada sirup, permen, atau soft drink. Solusinya, gunakan gula merah atau pengganti gula, seperti stevia. Selain itu, aturlah jadwal memakan buah-buahan yang biasa dikonsumsi anak. Hindarilah apel, anggur, melon, tomat, jeruk, dan stroberi. Pilih yang lebih aman bagi anak autis, seperti pepaya, nanas, sirsak, dan kiwi. Jika perlu bisa dimasak menjadi pudding.