Kejari Kabupaten Bandung Bakal Bentuk Program Jaksa Jaga Desa, Ini Alasannya

BALEENDAH – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung berencana membuat program Jaksa Jaga Desa. Adapun alasan dari pembentukan program tersebut yaitu agar bisa mencegah para perangkat desa masuk dalam tindakan pidana.

Pasalnya, Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) menjadi salah satu sumber dana yang rawan akan terjadinya penyalahgunaan.

Kepala Kejari Kabupaten Bandung, Paryono mengatakan, dalam program Jaksa Jaga Desa ini, akan ada pendampingan dan penyuluhan-penyuluhan mengenai penerangan hukum. Sasarannya adalah para kepala desa. Program tersebut juga merupakan permintaan dari para kades.

Paryono pun mengaku, program Jaksa Jaga Desa ini akan dilaunching dalam waktu dekat dan bekerja sama dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), pemerintah kecamatan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bandung.

“Selama ini kan ada beberapa yang sempat dilaporkan, karena salah dalam penggunaan APBDes, nah ini supaya mereka tidak masuk ke dalam ranah pidana, dan memang sudah ada permintaan dari beberapa kades untuk supaya kita memberikan penerangan hukum,” kata Paryono saat memberikan keterangannya di Kejari Kabupaten Bandung, Rabu (21/4).

Menurutnya, bahwa dana desa adalah salah satu dari sepuluh bidang yang rawan akan terjadinya tindak pidana korupsi. Kata Paryono, ada banyak laporan tentang perkara dugaan penyalahgunaan anggaran desa ini, tapi memang masih belum memenuhi persyaratan.

“Ada perkara kades yang sedang ditangani, bahkan sekarang yang sidang juga ada, disidangkan di tipikor, dan yang kita sidik juga ada satu perkara. Yang dilapor-lapor banyak hanya tidak sampai, belum terpenuhi,” kata Paryono.

Paryono menjelaskan, bahwa kepala desa yang terlibat dalam dugaan penyalahgunaan anggaran itu ada yang memang tidak paham, dan juga ada yang memang punya niat untuk korupsi.

Dirinya mencontohkan soal bentuk penyalahgunaan anggaran, di mana ada pembangunan fisik tapi tidak seusai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) nya, administrasinya tidak tepat, dan program fiktif pun bisa terjadi.

“Desa sekarang banyak anggarannya, satu desa saja hampir dua miliar rupiah lebih setiap tahunnya. Bagaimana kemampuan dalam mengelola anggaran, yang dulu-dulu tidak ada anggaran sebesar itu, tiba-tiba dapat anggaran kan juga bingung. Jangankan kades, para kepala dinas juga banyak yang kejeblos gara-gara anggaran. Supaya mereka jangan kejeblos,” tandasnya. (yul)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan