JAKARTA- Anggota DPR RI Fadli Zon menanggapi Dirjen Kebudayaan, Hilman Farid prihal pernyataannya tentang sejarah PKI. Pasalnya sebelumnya Hilman menuding rezim Orde Baru memutar balik sejarah tentang Partai Komunis Indonesia (PKI). Atas pernyataan ini Fadli Zon menilai pernyataan Hilman Farid itu seolah ingin membela sejarah namun versi PKI.
“Dalam soal PKI, Dirjen Kebudayaan ini jelas bela sejarah versi PKI, menyalahkan Orde Baru dan TNI. Tak akui PKI lakukan kudeta, malah PKI sebagai korban. Ia tidak sebut G30S/PKI tapi G30S saja,” ujar Fadli Zon melalui Thwitter-nya, Rabu (21/4).
Pernyataan Hilman Farid yang dimaksud di sini, seperti terlihat dalam video yang diunggah oleh akun YouTube Javin TV. Video itu diungah pada tahun 2011 silam kemudian kembali diviralkan di Twitter. Kala itu, Hilman Farid belum menjabat sebagai Dirjen kebudayaan.
“Ia coba menepis penyiksaan terhadap para Jenderal di Lubang Buaya danga hasil visum. Ia mau belokkan sejarah,” kata Fadli Zon.
Seperti dilihat FIN, dalam video wawacatra itu, Hilman Farid mengatakan bahwa rezim Soeharto begitu bersemangat menggambarkan peristiwa PKI sebagai perbuatan buruk dari PKI. Dia menilai, pemberontakan PKI pada tahun 1926 merupakan pemberontakan yang benar sebab PKI berontak menghadapi penjajah Belanda.
“Pemberontakan 12 November 1926 mau digambarkan seperti apa, kalau mau dianggap pemberontakan komunis, itu pemberontakan yang benar kok. itu melawan kolonialisme,” katanya.
Dia menuding orde baru sengaja menghilangkan peran dari PKI dalam perjuangan kemerdekaan RI. Diketahui, tokoh pendiri NU Hasyim Asy’ari hilang dalam Kamus Sejarah Kemendikbud. Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid mengakui pihaknya telah melakukan kekeliruan.
“Saya mengakui bahwa ini kesalahan. Tapi ya karena kealpaan, bukan kesengajaan. Itu poin yang mau saya tekankan,” ujar Hilmar dalam jumpa pers daring, Selasa (20/4).
Menurut dia, tak ada nama Hasyim Asy’ari di Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang diterbitkan Kemendikbud adalah risiko dari kealpaan penyusunan kamus. Sebab katanya, menyusun kamus tak seperti menulis narasi. Penyusunan kamus dilakukan dengan memasukkan entri atau kata sehingga zonder Hasyim Asy’ari adalah murni karena kekeliruan yang tidak disengaja. (fin)