“Kebetulan kemarin tuh dikasih rezeki buat ternak. Maka dijual. Selain penghobi, maka secara tidak sengaja menjadi seorang breeder juga,” ungkapnya.
Berbeda dengan saat menjadi seorang penghobi, dirinya nyemplung menjadi peternak channa masih terbilang baru, circa tahun 2019. “Karena waktu itu ada ikan (channa asiatika) jantan, sudah lama disimpan di sini tapi enggak ada pasangannya. Dan hoki kali, ya. Alhamdulillah, kawin.”
Dengan sumber daya seadanya, ia melakukan budidaya ikan channa secara mandiri. Tak hanya manusia, sebelum kawin, ikan channa pun mesti melewati tahap pedekate atau PDKT alias pendekatan.
“Sistemnya disekat dulu. Ada semacam penghalang biar pedekate ikan-nya. Nah, setelah itu karena usia udah matang, jadi cepet birahinya. Sekat sehari lalu dibuka, besoknya ngebola (pembuahan) dua hari kemudian jadi (melahirkan) ratusan larva (anak-anaknya),” ujarnya.
“80 persen jadi,” jawabnya saat ditanya soal banyaknya larva yang mampu bertahan hidup. Setelah mengetahui kalau hasil ternak lumayan banyak, ia mencoba peruntungan untuk menjajakan kepada para peminat ikan channa.
“Sistem jualnya online, biasanya lewat forum-forum di Facebook. Terus kadang setelah online bisa juga PCB (Pantau Cocok Bayar). Kalau misalkan cocok, bisa jadi beli. Kalau enggak cocok dan gak jadi, ya tak apa,” ucapnya.
“Cuman,” sambung Alief, “Di sini selain bisa menjual ikan, bisa juga sebagai ajang silaturahmi.”
Kini di kediamannya, ia sudah memiliki cukup beragam jenis channa. Diantaranya seperti channa stewartii, andrao, asiatika, dan channa micropeltes.
Pasar Ikan Channa yang Gemilang
Pasar untuk ikan channa, Alief akui, memang cukup gemilang. Sebut saja ikan channa berjenis barca. Ukuran per senti saja, channa barca bisa dimahar dengan harga sampai Rp 1 juta. “Tapi tergantung kualitas. Bahkan kalau lebih bagus, per senti bisa sampai Rp 2 juta.”
“Tapi (terkadang) tidak matok harga. Sekiranya orang itu suka, sekalipun harga yang dipasang tak masuk akal. Biasanya bakal dibeli,” ujarnya.