BANDUNG – Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menilai Rumah Sakit Paru Sidawangi layak untuk dijadikan RS Umum yang melayani berbagai keluhan kesehatan masyarakat.
Pasalnya, kata Uu, selain melayani kesehatan paru dan saluran pernapasan, RS Paru Sidawangi juga sudah memiliki unit Medical Check Up (MCU) dan Poli Kandungan dan Kebidanan.
“Rumah Sakit Paru ini harus berubah fungsi, yang tadinya rumah sakit khusus paru harus ditambah dengan pelayanan poli-poli yang lain, supaya menjadi rumah sakit yang umum yang bisa melayani masyarakat dengan berbagai macam penyakit,” ucap Uu di Kab Cirebon, Jum’at (19/3).
Untuk pengembangan RS Paru Sidawangi ini, Uu menjelaskan, Pemdaprov Jabar sudah menganggarkan dana hingga Rp600 miliar rupiah.
Namun, ucap dia, karena adanya refocusing anggaran untuk penanganan pandemi COVID-19, dana yang tersalurkan untuk RS Paru Sidawangi baru mencapai Rp40 miliar rupiah.
“Kita sudah menganggarkan sekitar 600 miliar sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap dunia kesehatan di Jabar dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tetapi karena ada refocusing yang kemarin akhirnya kita kebagian cuma 40 miliar,” jelasnya.
RS Paru Sidawangi saat ini adalah RS khusus penyakit Paru Kelas B. Awalnya RS Paru Sidawangi berfungsi sebagai sanatorium untuk penyakit TBC yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1939.
Diketahui, Mulai 1978, statusnya berubah menjadi rumah sakit dan pada 2002 Pemdaprov Jabar mulai mengelola. Baru pada 2008 statusnya resmi menjadi Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat.
Sebagai upaya pengembangan, RS Paru Sidawangi ini berencana untuk meningkatkan fasilitas dan pelayanan menjadi Rumah Sakit Umum Kelas A, dengan program pelayanan unggulan berupa pelayanan kesehatan paru dan saluran pernapasan, kedokteran kritis, dan onkologi paru.
“Karena memang fasilitasnya sangat luar biasa, wilayahnya luas sampai 10 hektare dan juga tempatnya sangat strategis, indah, nyaman dan sejuk,” sambungnya.
Selain itu, RS Paru Sidawangi juga akan dibentuk menjadi RS berbasis syariah yang mengedepankan nuansa religius dalam setiap aktivitasnya.
Rumah sakit mengutamakan pelayanan pasien laki-laki oleh dokter laki-laki dan pasien wanita dilayani oleh dokter wanita, membiasakan pengucapan bismillah selama memeriksa pasien, membacakan doa, hingga bimbingan rohani kepada keluarga pasien rawat inap.