Seisi rumah kaget mendengar teriakan si pulan sambil ketawa cekikikan. Kedua orang tuanya mendekat dan berusaha menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Si pulan pun menjawab ”Aku sarjana! Aku sarjana! Aku sarjana”. Lagi-lagi diikuti dengan ketawa cekikikan. Orang tuanya panik dengan tingkah si pulan. Atas saran tetangga ia dibawa ke ”orang bisa”. Tragis, ia dinyatakan terganggu ingatannya. Percakapan pun merebak di kampung itu, hingga muncul ungkapan , ”Jangan sekolah, nanti gila!”
Melihat gelagad demikian masyarakat tidak tinggal diam, bagaimana menolong keluarga itu. Paling tidak, menyelamatkan adiknya si pulan yang sedang menimba ilmu di sekolah dasar. Sayang jika adiknya pun senasib dengan kakaknya. Terlebih adiknya juga termasuk anak yang cerdas. Betapa tidak, setiap kenaikan kelas juara I sudah di tangan, beberapa sertifikat lomba bidang akademik menjadi langganan juara, serta penghargaan lainnya. Suatu hari masyarakat sepakat bagaimana menyelamatkan adiknya si pulan. Jalan yang mereka tempuh adalah mengajak adik si pulan setiap hari menuju tanah lapang untuk berlatih sepak bola. Mereka kuatir sekolah tinggi-tinggi, akhirnya senasib dengan kakaknya. (*/tur)
*) Penulis adalah Guru SMPN 1 Cangkuang, Kabupaten Bandung