CIWIDEY – Dampak pandemi, petani kopi Ciwidey tak bisa mengirim produk ke luar negeri, sehingga, terpaksa menurunkan harga ceri atau buah kopi hingga setengah dari harga standar.
Seorang petani kopi asal Ciwidey, Dadang Ikeon mengungkapkan, semenjak adanya pandemi Covid 19 dirinya tidak bisa melakukan pengiriman ke luar negeri atau ekspor produk.
Karena tidak bisa memasarkan produk, membuat para pengolah atau pengusaha kopi memutus kontrak dengan para petani.
“Dari tahun kemarin sudah anjlok (harga), dari awal pandemi, karena banyak yang gagal juga, salah satunya gagal kontrak. Jadi banyak pengolah tahun kemarin yang dapat kontrak, baru aja setengah atau seperempatnya (proses produksi), si kontraknya putus ditengah jalan, alasannya karena tidak ada angkutan untuk ekspor,” ungkap Dadang saat diwawancara melalui telepon seluler, Kamis (25/2).
Dadang juga mengeluhkan, bahwa awalnya memiliki kontrak 80 ton, tapi hanya bisa 30 persen, karena diputus kontrak dari Jakarta-nya.
“Cuman bisa segitu, saya tidak bisa ngapa-ngapain lagi, soalnya kan uangnya terbatas. Karena sekarang kalau misalnya mau beli, uangnya enggak ada,” kata Dadang.
Dirinya biasa melakukan ekspor kopi ke negara Belanda dan beberapa negara di Benua Eropa. Dengan pemutusan kontrak tersebut, kata Dadang, sudah jelas petani akan mengalami kerugian.
Di sisi lain, para pengolah kopi juga mengalami kerugian karena tidak adanya target pasar.
“Karena enggak bisa ekspor, jadi dijual murah, nah, itu yang bikin anjloknya, jadi dijual dengan harga yang seadanya, yang penting laku,” jelas Dadang.
Selain itu, Dadang juga menjelaskan, bahwa ceri kopi adalah bahan baku untuk membuat biji kopi. Kini dirinya hanya bisa menjual ceri kopi dengan harga Rp3 ribu hingga Rp4 ribu saja.
Padahal harga standarnya sebesar Rp7 ribu. Dadang berharap pemerintah bisa menerapkan standarisasi harga ceri kopi.
“Dampaknya imbasnya ke yang lain, dengan tidak adanya standarisasi harga untuk pembelian ceri, maka ada pihak-pihak yang memainkan harga atau saling menjatuhkan harga. Karena daripada enggak ada yang nampung, ya mending dianjlokin atau dijual murah,” jelasnya.