BANDUNG – Daeng Oktaviandi Udjo atau yang akrab dipanggil Daeng Udjo merupakan seniman Angklung dan salah satu pewaris dari Saung Angklung Udjo.
Maestro angklung yang telah mencetak rekor bermain angklung massal di Washington DC, Amerika Serikat ini mengaku bahwa selain menduniakan angklung, ia juga ingin memberikan edukasi menggunakan media angklung.
Menurutnya, perlu ada edukasi dalam kehidupan bersosial dari masyarakat saat pandemi yang saat ini sudah mulai kehilangan sisi sosial dan harmonisasinya. Untuk itu, edukasi bisa dengan menggunakan media angklung.
“Sosial kemanusiaan masyarakat sudah berubah dengan adanya Covid. Dari sosial, pergaulan internet, sekarang manusia bukan bergaul dengan manusia lagi, tapi dengan internet. Semua sudah dengan online dan akan ada perubahan nantinya,”tuturnya.
Ia menuturkan, kebiasaan baru yang terbentuk setelah Covid-19 adalah minimnya interaksi dan komunikasi antarmanusia secara langsung. Pertemuan yang biasanya dilakukan secara langsung terpaksa berubah menjadi pertemuan digital. Pembatasan kegiatan dan interaksi tersebut sedikit demi sedikit memudarkan harmonisasi dalam kehidupan sosial.
“Lalu bagaimana kita bisa mengedukasi masyarakat untuk menjadi sosial lagi? Dengan angklung saya yakin bisa,”ujarnya.
Menurutnya, caranya adalah dengan menggunakan angklung sebagai media pembelajaran, bukan sebagai pelajaran itu sendiri. Jika belajar menggunakan media yang menyenangkan seperti angklung, ia yakin minat untuk belajar itu akan kembali bangkit.
“Generasi sekarang sudah ada jeda satu tahun tidak belajar, tidak bersosiaslisasi dengan masyarakat. Bagaimana membangkitkannya kembali? Angklung bisa,”katanya.
“Harus dicetak saat ini guru-guru angklung. Bukan guru yang hebat angklung, tapi mampu dengan media angklung menerapkan filosofi-filosofi dari kehidupan manusia,”tambahnya, menjelaskan bagaimana penggunaan angklung sebagai media pembelajaran.
Menggunakan Angklung sebagai Media Pembelajaran
Daeng Udjo menyatakan, alasan menggunakan angklung sebagai media pembelajaran karena tidak bersifat menekan atau membuat stres. Tapi, bagaimanapun Covid-19 telah mengubah pendidikan. Pendidikan yang kini mayoritas berlangsung secara jarak jauh membuat siswa-siswa lebih dekat dengan internet daripada guru.
“Nanti abis Covid ini, guru-guru itu stress lho. Selain daripada udah ketinggalan, dia kalah bersaing dengan internet. Guru menjadi tidak menyenangkan lagi. Anak-anak akan sadar bahwa guru itu hanya mendoktrin, hanya membuat stress, membuat mereka depresi,”ujarnya.