BANDUNG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat meminta PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (bjb) berperan penuh dalam memberantas Bank Emok (rentenir) di tengah masyarakat
Sebab, kata dia, Jabar memiliki jutaan Pesantren maupun Kiai. Hal ini demi menyukseskan visi Jabar Juara Lahir dan Batin dan dapat membumikan ekonomi syariah sehingga masalah ini harus menjadi catatan untuk BJB.
“Tentu ini semua atas kinerja yang bagus dari bjb, mudah-mudahan kedepan bisa terus dipertahankan,” kata Wakil Ketua DPRD Jabar Oleh Soleh di Bandung, Sabtu (14/2).
Meski begitu, dia memberikan apresiasi karena meski di tengah pandemi Covid-19 Bank bjb tetap memiliki profit. Menurut Oleh, dalam situasi pandemi Covid-19 bjb tetap melaksanakan SOP sesuai dengan aturan yang ada.
“Penerapan aturan tersebut sangat berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan yang begitu signifikan. Sampai hari ini bjb memiliki profit yang bagus melebihi daripada keadaan normal,” tuturnya.
Dia menjelaskan, terdapat beberapa hal yang menjadi catatan penting yaitu terkait Non Performing Loan (NPL) dan kredit. Oleh Karena itu, lanjut Oleh, DPRD Jabar meminta penyaluran kredit harus menjadi perhatian yang sangat penting, karena hingga kini Jabar mengalami darurat ekonomi yang semakin parah.
Ia menilai penyaluran PEN harus sesegera mungkin dikonsep secara teratur. Peta penyaluran PEN harus dibuat secara komprehensif, agar darurat ekonomi di Jabar dapat bisa segera teratasi.
“Ini harus segera dipulihkan, nah pihak pusat mempercayakan bjb untuk menyalurkan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” paparnya.
Sebelumnya, Satgas Anti Rentenir Kota Bandung menyebutkan telah melayani sekitar 5.720 pengaduan dari warga yang terjerat atau menjadi korban rentenir. Namun, diperkirakan masih banyak warga yang enggan mengadu.
Ketua Harian Satgas Anti Rentenir Saji Sonjaya mengatakan, pada tahun 2020, pihaknya mendapatkan peningkatan aduan sekitar 30 persen yang kebanyakan korban pinjaman online.
“Kalau dulu awal pembentukan Satgas, rentenirnya sifatnya tradisional. Kalau sekarang banyak pengaduan ke kita hampir 60 persen korban pinjaman online yang ilegal,” kata Saji.
“Dari segi latar belakangnya rata-rata yang jadi korban ibu-ibu. Sekitar 40 persennya pelaku usaha. Mereka pinjam untuk modal usaha hampir tiap tahun seperti itu,” tambahnya.