Sebenarnya kalau kita telusuri sejarah Myanmar, kudeta menjadi sesuatu yang tidak asing, malah bisa dikatakan sebagai tradisi politik Myanmar. Perkembangan nasionalisme Myanmar mulai kelihatan setelah Perang Dunia I, dengan munculnya YMBA dan kemudian berganti menjadi GCBA (Dewan Umum Persatuan Burma) pada tahun 1921, yang merupakan organisasi politik nasionalis pertama.
Lalu, setelah gerakan nasional Burma menunjukkan tujuan politik yang jelas, maka tahun 1923, Inggris mengubah haluan politiknya dengan memperkenalkan sistem Dyarchy seperti yang diterapkan di India. Usaha Inggris ini berhasil memecah GCBA menjadi dua partai yaitu Partai Dua Puluh Satu yang akomodatif dengan Inggris serta Partai U Chit Hlaing yang membela prinsip non-koperasi dan ingin berjuang untuk memperoleh konsesi baru.
Fase ini memunculkan tokoh-tokoh nasionalisme Myanmar seperti Dr. Ba Maw dari Partai Sinyetha, U Ba Pe dari Partai Dua Puluh Satu, dan U Saw dari Partai U Chit Hlaing, kemudian muncul pula Thakin Nu dan U Aung San dari Partai Thakin.
Pada tahun 1935 lahir organisasi Dobama Asiayone (Kami Masyarakat Burma). Gerakan ini diilhami paham sosialis dan ajaran komunis, serta terpengaruh modernisasi Jepang. Karena para anggotanya saling menyebut thakin (tuan), maka partai itu juga disebut partai Thakin. Tujuan penyebutan itu adalah agar Inggris juga menyebut thakin kepada para anggota partai itu. Dengan demikian secara tidak langsung Inggris mengakui kedudukan yang sama dengan orang-orang Myanmar. Partai Thakin bersifat revolusioner, tuntutannya bersifat radikal karena menuntut kemerdekaan bagi Myanmar. Adapun taktik perjuangannya adalah menghidupkan kembali perhatian rakyat terhadap rasa nasionalisme dengan cara mengorganisir petani, buruh, dan gerakan pemuda.
Setelah tahun 1937 (setelah Myanmar mendapat otonomi yang lebih luas), maka agitasi mereka semakin meningkat dan pada tahun 1938 gerakan mereka menjadi penyebab meningkatnya gangguan menentang Inggris sehingga secara tidak langsung menjatuhkan Kabinet Ba Maw, yakni pemerintahan pertama yang dibentuk berdasarkan UUD baru buatan Inggris.
Pada saat itu perkembangan nasionalisme Myanmar berada di simpang jalan antara kelompok nasionalis moderat yang berkuasa dengan kelompok nasionalis radikal yang mencoba mencari dukungan rakyat guna merebut kepemimpinan pergerakan dari tangan politisi yang lebih tua. Akhirnya generasi muda pimpinan U Aung San berhasil merebut kepemimpinan pergerakan di Myanmar.