Asrijanty menambahkan, untuk soal yang berkaitan dengan karakter, akan ada enam aspek penting. Pengukuran ini dapat menunjukkan, bahwa siswa merupakan individu yang produktif.
“Bernalar kritis tidak hanya memengaruhi bagaimana hal-hal akademis. Tapi bernalar kritsi juga diterapakan dalam kegiatan sehari-hari, misalnya tidak mudah menerima informasi yang belum jelas kredibilitasnya,” tuturnya.
Asesmen Nasional adalah program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kemendikbud untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan adanya masukan/input, proses, dan keluaran/output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan.
Asesmen Nasional (AN) rencananya bakal digelar pada September dan Oktober tahun 2021. Siswa di kelas 5, 8 dan 11 bakal menjalankan AN tersebut guna mengukur mutu satuan pendidikan.
Ketua Yayasan Guru Belajar dan Perintis Komunitas Guru Belajar, Bukik Setiawan mengatakan, bahwa ada cara berbeda yang harus diterapkan kepala sekolah dan guru jika ingin Asesmen Nasional sukses.
“Sebenarnya Asesmen Nasional merupakan ini merupakan kesempatan yang baik untuk kita semua untuk mengakhiri tren negatif dari kualitas pembelajaran kita yang selama 15 tahun terus mengalami penurunan. Harapannya, dengan Asesmen Nasional kualitas pembelajaran kita naik,” kata Bukik.
Bukik menuturkan, bahwa guru harus melakukan asesmen di awal pembelajaran untuk memahami kompetensi awal murid terkait kompetensi literasi, numerasi, dan karakter sebagai dasar untuk menyusun perencanaan pembelajaran.
“Saya percaya, guru dan sekolah dengan dukungan yang tepat, mampu menyusun asemen literasi, numerasi, dan karakter. Tidak harus sempurna, bikin dulu aja,” ujarnya.
Bukik juga menyarankan, agar memperbanyak pelaksanaan asesmen formatif berbasis kompetensi literasi, numerasi, dan karakter sebagai dasar untuk penyesuaian pembelajaran.
“Para guru yang belum pernah menyusun asesmen untuk segera melakukannya. Lalu, guru yang sudah pernah, maka perbanyak asesmen formatif sebagai dasar penyusunan pembelajaran,” terangnya.
Selain itu, kata Bukik, mengurangi jumlah tugas sekaligus meningkatkan kualitas tugas yang bisa berkontribusi pada peningkatan kompetensi literasi, numerasi, dan karakter. Menurutnya, terlalu banyak tugas dapat menghabiskan energi guru saat bekerja.
“Semakin dikurangi, maka guru akan semakin memiliki banyak waktu untuk memberikan tugas berkualitas bagus. Jika tugas semakin banyak, maka energi guru semakin habis. Tugasnya sedikit saja, namun berkualitas dengan memberikan umpan balik kepada murid,” pungkasnya. (der/zul)