Trending di Twitter Soal Kata Sebutan ‘Bule’, Inilah Sejarah Asal Mula Katanya

Lantas, dikisahkan, teman-teman Ben menyukai ide tersebut dan menyebarkannya. Otomatis, Koran-koran dan majalah mulai banyak menuliskan identitas orang asing berkulit putih sebagai bule. Lama-kelamaan pun istilah tersebut menjadi bagian dari bahasa Indonesia sehari-hari.

Tak hanya itu, Ben juga bercerita bahwa setelah lebih dari sepuluh tahun sesudahnya, seorang kolega “kulit putih” Australia mengiriminya sepucuk surat berisi omelan tentang betapa rasisnya orang Indonesia yang menyebut mereka bule. Mudah saja bagi Ben menjawab. Temannya itu, diminta berkaca untuk melihat kulitnya sendiri dan menanyakan diri sendiri, apa benar ia ingin dipanggil tuan?

“Saya juga memeberitahukan bahwa sayalah yang mempopulerkan makna baru bagi istilah itu pada 1962 atau 1963. Ia ogah memercayai saya, maka saya bilang, ‘Kau kan sejarawan, ahli sejarah Indonesia yang berpengalaman. Berani taruhan 100 dolar, kau tak akan bisa mendapati kata bule dalam arti orang kulit putih, dalam dokumen apapun sebelum 1963. Ia tak berani bertaruh,” ucap Ben berkalakar.

Setali dengan kelakar Ben, untuk mendapatkan gambar lebih jelas terkait asal-usul bule, kami menghubungi Dosen Pendidikan Antropologi Jurusan Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar, Dimas Ario Sumilih. Baginya, boleh saja Ben mengklaim sebagai penemu istilah bule, tapi dirinya bersikukuh kebenaran hal itu sulit dilacak.

“Kalau tentang ini, boleh jadi. Namun, selama saya pahami di Jawa, umumnya generasi sepuh (tua) lebih mengenal istilah “landa” untuk menyebut orang-orang yang kemudian diidentifikasi sebagai “bule”. Generasi yang barangkali lahir setelah tahun 1960-an, 1970-an, paling banyak 1980-an bahkan generasi kekinian lebih mengenal dan akrab menggunakan kata ‘bule’ untuk menyebut orang-orang asing yang berciri kulit putih, berambut putih hingga pirang, dan berwarna mata biru,” ucap Dimas

Tak heran, dimas menegaskan, kemunculan istilah “bule” patut diduga berkaitan dengan masalah rasial. Dalam hal ini, rasial yang dimaksud ialah terkait konsepsi tentang ras manusia, yang lekas menjadi minat penting dan utama dalam diskusi-diskusi pelajar antropologi.

“Oleh karena itu, dalam kajian antropologi, diskusi-diskusi ras beserta persebaran mereka di seluruh penjuru dunia menjadi minat utama bagi pelajar di bidang antropologi ragawi (physical/biological anthropology). Walaupun kemudian di bidang budaya (cultural anthropology) pun pada akhirnya juga tertarik pada bahasan ras, manakala konsepsi biologis tersebut memiliki efek terhadap cara pandang dan kemudian lambat lain menjadi steorotip dan lebih lagi sebagai gaya hidup,” imbuh Dimas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan