Wisatawan Harus Tes Rapid anti Gen Bukan Kebijakan Kontradiktif

BANDUNG – Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, tak ada kebijakan yang kontradiktif antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar terkait persyaratan hasil rapid antigen untuk wisatawan.

Sebagaimana diketahui, Gubernur Jabar Ridwan Kamil sebelumnya mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 202/KPG.03.05/HUKHAM tentang Pelarangan Tahun Baru 2021 dan Pencegahan Kerumunan Massa.

Surat tersebut ditujukan kepada bupati/wali kota se-Jabar yang salah satunya mewajibkan pengunjung menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji rapid antigen tes atau PCR yang berlaku selama 14 hari sejak diterbitkan.

Menurut Ema, meski Pemkot Bandung tak menjadikan rapid antigen salah satu syarat untuk wisatawan, pihaknya telah membatasi berbagai sektor untuk menekan angka penyebaran covid-19 menjelang libur natal dan tahun baru.

“Kalau berbicara membatasi, kita melihat dari Perwal yang ada. Di Perwal (Peraturan Wali Kota) itu tingkat okupansi itu sudah diatur 30 persen, artinya itu kan ada pembatasan,” ungkapnga kepada wartawan di Balai Kota Bandung, Sabtu (26/12).

Aturan tersebut tercantum dalam Perwal No 73 tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Perwal Bandung Nomor 37 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Rangka Pencegahan dan Penanganan Covid-19.

Pasal 14 ayat 5 menyatakan, kapasitas tamu/pengunjung di hotel dibatasi paling banyak 30 persen dari kapasitas gedung/ruang/tempat duduk termasuk kegiatan di restoran, cafe, ballroom, ruang pertemuan atau sejenisnya.

“Kalau mereka melakukan pelanggaran, hukum yang berlaku. Kita yang akan melakukan tindakan. Kecuali di dalam perwal itu tidak diatur mengenai besaran presentase, itu bisa masuk kepada substansi saling kontradiksi, ini kan tidak. Kan makna dibatasi itu bukan berarti dilarang, dibatasi itu dikurangi,” kata Ema.

Lebih lanjut dia menuturkan, mobilitas masyarakat merupakan hak setiap orang. Sehingga pihaknya tak bisa membatasi kunjungan wisatawan melalui persyaratan menunjukkan hasil rapid antigen.

Adapun pertimbangan lain tidak diterapkannya persyaratan tersebut, kata Ema, dikhawatirkan menganggu aktivitas ekonomi yang sudah terjalin.

“Kita melihat kondisi sekarang orang sudah pada booking, bisa dibayangkan kalau (rapid antigen) jadi bagian persyaratan mutlak, kan bisa juga menganggu aktivitas ekonomi yang sudah terjalin,” bebernya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan