“Kami masih ada opsi lain, sebab kalau melalui Disnakertrans nanti kami akan menempuh Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial,” kata Eeng.
Selain itu, ucap dia, terdapat opsi yang lain seperti ke Holding PTPN yang membawahi PTPN VIII, dan Holding PTPN juga dibawah Kementerian BUMN. Kemudian pihaknya akan menyampaikan persoalan tersebut ke Kementerian BUMN.
Eeng menjelaskan, total nominal yang belum bayarkan oleh PT Perkebunan Nusantara selama empat tahun yakni Rp 286 miliar dari total karyawan pensiun sekitar 3.400.
Akan tetapi, sambung dia, beberapa waktu lalu ada pembayaran namun hanya untuk karyawan pelaksana saparsia tapi hanya untuk bulan Februari 2017.
“Mungkin itu nilainya yang bisa dijangkau oleh pihak manajemen dan itupun dibayarkan setelah kami melakukan aksi damai di depan Gedung DPRD Jabar pada Rabu (18/11) lalu,” jelasnya.
Menurut Eeng, kewajiban manajemen adalah membayar SHT kepada setiap karyawan yang telah jatuh tempo pensiun, namun kondisi riil di lapangan selama empat tahun belum dibayarkan. Pembayaran SHT, ujar dia, seharusnya dibayarkan satu kali dan secara payung hukumnya jelas di UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Selain itu di Serikat Pekerja (SP) dibangun sebuah hubungan industrial yang mengatur SHT dan dituangkan dalam perjanjian hubungan kerja bersama antara SP dengan manajemen,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi V DPRD Jabar, Dadang Kurniawan menyatakan siap membantu persoalan dari pensiun PTPN VIII itu. Dia menyebut, Komisi V akan mencarikan solusi untuk membantu agar para Purnakarya mendapatkan kewajiban selama bekerja.
“Kami pihak DPRD Jabar sedang mencari solusi yang lain yang dapat membantu pensiun karyawan PTPN,” pungkasnya. (erw/yan)