Fajar mengungkapkan, dalam Pasal 61A Undang-Undang Cipta Kerja dijelaskan bahwa pekerja PKWT bisa mendapatkan kompensasi yang perhitungannya mirip dengan pesangon. Seperti pada Pasal 61A ayat 1 yang berbunyi: Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/ buruh.
Hal itu juga ditegaskan kembali pada Pasal 61A ayat 2 yang berbunyi: Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, pada Pasal 61A ayat 3 menjelaskan bagaimana uang kompensasi tersebut akan diatur kembali dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Cipta Kerja juga menjadi payung hukum untuk memberikan sanksi bagi pemberi kerja yang tidak membayar pesangon pekerjanya. Dalam Pasal 185 Undang-Undang Cipta Kerja dijelaskan akan ada pidana bagi yang tidak membayar pesangon. Bahkan, pekerja bisa meminta PHK dengan pesangon jika ada masalah dengan pelanggaran norma kerja oleh pengusaha. Hal ini diatur dalam Pasal 154A ayat g.
Selain itu, Fajar menyatakan, Undang-Undang Cipta Kerja menjamin masyarakat yang kehilangan pekerjaan dapat segera masuk lagi dalam dunia kerja.
“Ini dilakukan melalui pelatihan dan konseling, serta tentu saja cash benefit yang nilainya diperhitungkan berdasarkan upah terakhir,” imbuh Fajar.
Menurut Fajar, struktur dan skala upah menjadi hal yang wajib dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Sehingga bisa meningkatkan produktivitas dan kompetisi yang sehat di antara pekerja sesuai dengan Pasal 92 Undang-Undang Cipta Kerja.