NGAMPRAH – Keberadaan ontang-anting atau kendaraan wisata di Lembang semacam Bandros di Kota Bandung mengganggu pendapatan sopir angkutan umum yang beroperasi di wilayah Lembang, serta disinyalir tidak sesuai peruntukkannya.
Untuk itu, Organda Kabupaten Bandung Barat (KBB) meminta pihak kepolisian dan Dinas Perhubungan KBB mengevaluasi aktivitas kendaraan ontang-anting yang beroperasi di Lembang tersebut
”Kami minta keberadaan kendaraan ontang-anting itu dievaluasi oleh pihak kepolisian dan Dishub KBB. Sebab platnya hitam tapi mengangkut penumpang, ditarif, dan beroperasi di jalan nasional,” kata Ketua Organda KBB, Asep Dedi Setiawan, Kamis (15/10).
Ontang-anting yang beroperasi di Lembang pulang-pergi dari Farmhouse ke Floating Market saat ini platnya hitam. Trayek dan tarifnya juga ditentukan tidak berdasarkan kajian antara Dishub dan Organda. Sehingga, pihaknya mempertanyakan kenapa kendaraan tersebut bisa masuk ke rute umum, menarik penumpang, dan menetapkan tarif Rp 25 ribu per penumpang yang naik.
Asep menjelaskan, bila mengacu kepada UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka angkutan umum itu harus berbadan hukum seperti PT, CV, Koperasi, BUMN, atau BUMD lalu pelat nomornya pun harus berwarna kuning, serta memiliki trayek hasil kajian dari Dishub dan Organda kemudian di-SK-kan oleh bupati/wali kota/gubernur.
”Itu kan sama dengan melabrak aturan (UU 22/2009). Makanya kami minta polisi mengecek STNK yang atas nama Perkumpulan Masyarakat Bandung dan plat nomornya yang berwarna hitam, sementara Dishub melihat trayeknya,” jelasnya.
Menurut Asep, Pihaknya pernah datang langsung mengecek kendaraan ontang-anting tersebut. Ternyata kendaraan itu sudah beroperasi lebih dari dua bulan di ruas Jalan Raya Lembang.
Kondisi itu dikeluhkan oleh sopir di trayek yang dilewati seperti Lembang-Dago, Lembang-Ciroyom, Lembang-Stasiun, dan lain-lain di mana pemasukan mereka kini turun 30 persen sejak ontang-anting beroperasi.
”Pengusaha angkutan di Lembang jelas dirugikan. Kalau hanya berkeliling di dalam kawasan wisata tidak apa-apa, tapi ini kan masuk ke jalan umum. Dasar penetapan tarif Rp 25 ribu per orang dasarnya dari mana, karena penghitungan tarif itu ada SK-nya dan hasil kajian Dishub dengan Organda,” pungkasnya. (mg6/rus)