SEBENARNYA saya ingin menulis ini seminggu yang lalu. Begitu mulai menulis saya batalkan. Lebih baik saya tulis seminggu kemudian saja –hari ini.
Seminggu yang lalu adalah hari kemerdekaan Tiongkok –10/1, alias 1 Oktober. Berarti mulai hari itu berlaku “liburan emas”. Yakni libur hari kemerdekaan selama 10 hari. Begitulah setiap tahun.
Saya pun kepo: seperti apa liburan emas di masa pandemi Covid-19 ini. Saya pun terus berhubungan dengan teman-teman saya yang di Tiongkok. Dan saya kaget: jam 4 pagi salah seorang teman saya itu masih terjebak macet di jalan tol!
Jalan tol macet. Jam 4 pagi. Di musim pandemi.
Itu di jalan tol antara Shenzhen-Guangzhou.
Saya sebenarnya langsung ingin menulis: betapa liburan emas di Tiongkok seperti sudah tidak peduli pandemi.
Tapi rencana itu saya urungkan: saya khawatir jangan-jangan seminggu kemudian muncul kembali wabah Covid-19 dalam jumlah besar.
Hati saya sangat khawatir: besarnya semangat masyarakat Tiongkok berlibur sampai melupakan Covid-19. Bukankah itu sangat bahaya.
Maka sejak hari itu, tiap hari, saya memelototi angka-angka penderita baru Covid-19 di Tiongkok. Saya juga menghubungi teman-teman saya. Adakah mereka ikut liburan. Adakah mereka aman.
Ternyata luar biasa aman.
Saya pun berani menulis ini: kemarin, angka penderita baru Covid-19 di seluruh Tiongkok hanya 7 orang. Itu pun terkait dengan “virus impor”. Yakni yang ditemukan di bandara kedatangan dari luar negeri.
Tidak ada penderita di dalam negeri.
Maka liburan emas tahun ini ibarat uji coba masal yang mendebarkan –bagi saya yang di luar Tiongkok. Bagaimana arus mudik yang begitu besar tidak membawa resiko munculnya gelombang baru wabah korona.
Tapi rupanya itu tidak mendebarkan bagi mereka yang di sana.
Jumlah yang terkena Covid di sana seperti berhenti di angka 85.500. Sedang angka kita, diam-diam, sudah jauh di atas itu. Total yang meninggal juga seperti berhenti di angka 4.634. Jauh lebih rendah dibanding kita yang di atas 10.000.
Kini pasien Covid-19 di Tiongkok tinggal 203 orang. Itu pun yang serius hanya 2 orang. Beberapa yang kritis sudah teratasi. Termasuk sampai dilakukan transplantasi paru-paru.