CIANJUR-Sejumlah pejabat mulai dari sekretaris daerah hingga kepala dinas (Kadis) ikut meramaikan Pilkada Serentak 2020 di Jawa Barat. Majunya para pejabat daerah tersebut tentu membuat kekhawatiran adanya mobilisasi ASN saat pelaksanaan pesta demokrasi tersebut.
Ada beberapa daerah di Jawa Barat yang memiliki calon bupati-wakil bupati dari PNS. Di Cianjur misalnya, Mantan Sekretaris Daerah yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan maju sebagai Calon Bupati didampingi Wawan Setiawan dengan diusung Partai Gerindra dan Demokrat.
Di Tasikmalaya ada dua calon Bupati dari PNS, yakni mantan Kepala Bappeda Iwan Saputra yang didampingi Iip Miftahul dengan diusung Partai Golkar, PKB, PKS, dan PAN serta mantan staf di Setda Kabupaten Tasikmalaya Cep Zam-zam dengan pendamping Fadhil Karsoma yang maju dari jalur perseorangan.
Untuk Kabupaten Sukabumi, Marwan Hamami yang merupakan Bupati Sukabumi bakal kembali maju dengan didampingi Iyos Soemantri yang merupakan mantan Sekda Kabupaten Sukabumi.
Selain itu, ada juga Kepala Bapenda Kabupaten Bandung Usman Sayogi yang maju sebagai calon wakil bupati mendampingi istri petahana Nia Kurnia yang maju sebagai calon bupati.
Pengamat Politik Unpad Firman Manan mengatakan ada dua hal dasar yang menimbulkan fenomena majunya para PNS di Pilkada Serentak. Pertama terkait pengalaman para pejabat publik dan masalah kaderisasi di partai politik.
“Calon yang sebelumnya PNS apalagi setingkat Sekda dinilai memiliki pengalaman dari segi pemerintahan. Selain itu Parpol juga memiliki masalah dengan kaderisasi, bukannya tidak ada tapi masih ada kelemahan, sehingga yang ada dinilai tidak siap atau belum layak untuk maju,” ucap Firman, dilansir dari detikcom, Jumat (4/9).
Majunya PNS dalam kontestasi Pilkada, menurut Firman menimbulkan risiko terjadinya mobilisasi ASN yang berdasarkan Undang-undang Pilkada dilarang. Oleh karena itu pengawasan dari internal dan eksternal perlu ditingkatkan, apalagi jika di daerah terdapat calon petahana.
“Dari eksternal sudah tentu Bawaslu ataupun dari internal pemerintah daerahnya harus melakukan pengawasan ekstra. Khusus di internal, Kepala Daerah dan Sekda memiliki peran penting untuk mencegah mobilisasi dan keterlibatan ASN dalam politik praktis. Jika kepala daerah dan Sekdanya maju, maka menjadi tugas dari Plt atau penjabat sementara,” tuturnya.