BANDUNG BARAT – Sengketa lahan antara pihak sekolah dengan aparat desa terjadi di Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Sengketa lahan tersebut berawal dari ketidakjelasan status lahan tempat SMKN 1 Cipatat tersebut berdiri. Legalitas pendirian sekolah di atas lahan tersebut berpegang pada Surat Keputusan (SK) Bupati Bandung Barat Juli 2013 di mana sekolah sebagai pemakai atau pengguna manfaat.
Lahan seluas 3,2 hektare yang dipakai sekolah tersebut dulunya digunakan sebagai pengangonan dengan status lahan milik negara. Berdasarkan SK Bupati KBB, lahan tersebut memang boleh digunakan untuk sarana pendidikan.
Konflik tersebut saat ini bermuara pada perataan lahan di samping sekolah oleh pihak kepala desa menggunakan alat berat. Lahan tersebut kabarnya akan dijadikan sebagai jalan dengan lebar 3 meter dan panjang 150 meter.
Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah VI Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Esther Miory, mengatakan perataan lahan di samping sekolah itu tanpa adanya pemberitahuan ke pihak sekolah.
“Fakta saat terjadi perataan lahan sekolah, memang tidak ada pemberitahuan ke sekolah. Jadi setelah saya tinjau, ada tanah yang diratakan dari jalan lebar 3 meter panjang 150 meter. Bahkan tanah lapang juga diratakan. Sekolah juga khawatir karena di sana ada beberapa fasilitas,” kata Esther saat ditemui, Selasa (4/8).
Pihaknya mengakui terkait penggunaan tanah tersebut tidak ada sertifikatnya. Namun pihaknya memiliki MoU baik dengan warga ataupun pejabat desa sebelumnya.
“Kalau sertifikat lahan memang tidak ada, tapi kita ada MoU, baik dengan warga setempat dan desa hanya persoalannya belum disertifikatkan. Ya karena baru alih kelola dari kabupaten ke provinsi tahun 2017 kemarin, sekarang masih beres-beres dulu,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Esther, pihaknya akan berkonsultasi dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Daerah (BPKD) KBB dan Provinsi Jawa Barat.
“Kita akan berkoordinasi dengan BPKD Provinsi Jabar dalam posisi pengelola aset untuk memediasi sekolah dan pihak kepala desa. Kita coba duduk bersama untuk memecahkan masalahnya mengetahui mana wajib mana haknya,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Desa Sarimukti, Didin Robani, mengklaim lahan tersebut merupakan aset desa sehingga sekolah melakukan pelanggaran dalam mendirikan bangunan dan tak memiliki sertifikat.