Lee Kuan Yew hanya punya peninggalan harta satu macam: rumah di Jalan Oxley Nomor 38.
Karena kakak sulung sudah menjadi perdana menteri rumah itu diwariskan ke adik bungsu: Lee Hsien Yang.
Tapi Hsien Yang sendiri sudah punya rumah.
Maka rumah waris itu ditempati kakak wanitanya: Lee Wei Ling. Yang sampai sekarang terus membujang. Yang tetap serumah dengan Lee Kuan Yew sampai ayahnya itu meninggal. Anak perempuan itu jadi pengganti ibu rumah tangga karena istri Lee Kuan Yew meninggal lebih dulu.
Lao Er dan Lao San itu memang selalu rukun. Hsien Yang mengizinkan Wei Ling tinggal di rumah warisan itu sampai meninggal dunia.
Kelak, setelah Wei Ling meninggal, Hsien Yang ingin rumah itu dirobohkan. Agar tidak ada kultus pada Lee Kuan Yew. Bahkan keduanya ingin sekarang saja rumah itu dirobohkan. Lalu dijual.
Tapi Lao Da tidak sependapat. Anak sulung itu menginginkan rumah warisan tersebut jadi museum. Untuk mengenang kebesaran ayah mereka.
Rumah itu harus diserahkan ke negara.
Itulah keputusan saudara sulung. Yang juga keputusan perdana menteri. Berarti begitulah keputusan Pemerintah Singapura.
Anak-anak Lee Kuan Yew itu pun bertengkar hebat. Dua lawan satu.
Pertengkaran berkembang: Hsien Yang dituduh merekayasa surat waris. Yang didalangi istrinya yang ahli hukum.
Perang keluarga itu meluas juga di medsos. Sampai minggu lalu si anak perempuan masih posting di Facebook: dia tidak percaya lagi Lee Hsien Loong. Baik sebagai saudara sulung maupun sebagai pemimpin.
Kini pertengkaran itu naik kelas lagi: ke politik.
Momentumnya memang ada: Lee Hsien Loong mengundurkan diri sebagai perdana menteri. Setelah pemilu nanti.
Sudah 16 tahun ia di jabatan puncak itu.
Partai penguasa sudah bulat: memilih Heng Swee Keat sebagai calon pengganti Lee Hsien Loong. Itu kalau Swee Keat terpilih sebagai anggota DPR di Pemilu nanti.
Partai penguasa sudah memastikan itu. Swee Keat sudah beberapa tahun menjabat wakil perdana menteri.
Di banyak negara sering terjadi keajaiban hasil Pemilu. Di Singapura hasil pemilu itu selalu seperti pinang dibelah dua.(Dahlan Iskan)