KSPSI Jabar Tolak Surat Edaran Menaker Tentang Pembagian THR untuk Buruh dan Karyawan di Masa Pandemi Virus Korona

Diberitakan sebelumnya, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jawa Barat (Jabar), Roy Jinto Ferianto menegaskan menolak Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan mengenai pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) di tengah COVID-19.

Tak hanya itu, Jinto pun meminta SE tersebut untuk dicabut dan direvisi kembali disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.

“Kondisinya saat ini perusahaan menekan buruh agar menerima THR ditunda atau dicicil dengan dasar surat edaran tersebut. Kalau tidak mau ditunda dan dicicil pembayaran THR nya, pengusaha mengancam akan melakukan PHK bahkan menutup pabrik,” katanya.

Jinto menilai hal tersebut membuat buruh sangat tertekan dan dilematis. Sebab, kata dia, kebijakan pemerintah sangat merugikan buruh, dan pemerintah memberikan perlindungan kepada pengusaha untuk melanggar aturan yang dibuat pemerintah itu sendiri.

“Pandemi ini dimanfaatkan oleh pengusaha untuk tidak melaksanakan hak-hak buruh sesuai ketentuan yang berlaku,” cetusnya.

Pihaknya menjelaskan Surat Edaran tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Ketengakerjaan RI Nomor  6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan.

“Dimana dalam ketentuan tersebut THR wajib dibayarkan kepada pekerja/buruh paling lambat 1 (satu) minggu sebelum hari raya. Apabila perusahaan terlambat membayar THR kepada pekerja/buruh, maka perusahaan dikenakan sanksi denda 5% dari kewajiban THR yang akan dibayarkan. Serta dalam ketentuan PERMENAKER tersebut menyatakan THR harus dibayar secara tunai dan sekaligus,” jelasnya.

Oleh karena itu, sambung dia, pembayaran THR tidak boleh ditunda maupun dicicil, sehingga Surat Edaran yang dikeluarkan tersebut bertentangan dengan permenaker tentang THR.

“Dengan adanya Surat Edaran tersebut justru akan menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan pembayaran THR 2020 di perusahaan. Perusahaan akan memaksakan kehendak untuk menunda dan mencicil pembayaran THR kepada pekerja/buruh,” paparnya.

Jinto kembali menegaskan bahwa Surat Edaran tersebut sangat jelas memperlihatkan keterpihakan pemerintah kepada pengusaha dengan mengorbankan hak buruh.

“Dengan ditunda atau dicicilnya pembayaran THR kepada buruh pada kondisi pandemi Covid-19, sudah barang tentu buruh tidak mendapatkan penghasilan untuk mempertahankan hidupnya,” tegasnya.

Karena itu, kata dia, dengan banyaknya buruh yang dirumahkan, dengan upah hanya sebagian besar 25% sebulan, bahkan ada yang tidak dibayar upahnya ditambah lagi pembayaran THR nya ditunda atau dicicil, bagaimana buruh akan hidup bagaimana kondisi seperti ini.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan