BANDUNG – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jabar, Dadang Supriatna angkat suara terkait banyaknya buruh yang dirumahkan dan di-PHK oleh perusahaan yang terdampak Covid-19.
Menurut Dadang, situasi dan kondisi di tengah pandemi Covid-19 saat ini merupakan kejadian yang luar biasa. Sehingga secara nasional sudah mengeluarkan intruksi bahwa setiap intitusi atau perusahaan harus melaksanakan Social Distancing.
“Jadi di satu sisi perusahaan juga pasti dilematis. Kalau misalkan itu dipaksakan untuk melakukan social distancing itu bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Tapi jika dikurangin jumlah karyawan/buruh pasti menimbulkan PHK,” ucap Dadang saat dihubungi Jabar Ekspres, Senin (6/4/2020).
Namun demikian, Politisi Golkar itu mengatakan, PHK bukan suatu solusi untuk melakukan social distancing. Alangkah baiknya, ditanjau terlebih dahulu apakah karyawan itu tetap atau tidak. Sebab, jika banyaknya yang di-PHK bakal menimbulkan masyarakat miskin baru.
“Tapi saya juga tidak bisa untuk bisa menekan karena perusahaan juga sudah menghitung berapa kerugian yang akan dirasakannya, kalau seandainya Covid-19 berkelanjutan,” katanya.
Seharusnya, sambung dia, pihak perusahaan dan buruh punya kesepakatan atau pemahaman terlebih dahulu. Harapannya, tidak mengeluarkan kebijakan untuk mem-PHK karyawannya.
“Kalau sudah ada kesepakan mungkin tidak akan ada PHK seperti yang dilakukan di Bali. Misalnya perusahan dan buruh menyepakati gajinya itu setengahnya atau 20 persen dari biasanya,” sambung dia.
Legislator asal Kabupaten Bandung ini menilai, dengan adanya karyawan yang di-PHK akibat Covid-19, diharapkam menjadi prioritas pertama bagi Pemprov Jabar dengan bantuan Rp 500 ribu per-kepala keluarga.
“Nah itu secara otomatis jangan sampai yang sudah keluar dari perusahaan yang di PHK apapun alasannya, tapi pemerintah tidak memperhatikan, ini juga salah,” ungkapnya.
“Itu harus diprioritaskan karena dikhawatirkan tidak mendapatkan biaya, dan kalau yang namanya PHK itu harus dapat tunjangan akhir,” pungkasnya. (mg1)