CIMAHI – Meski sudah berjalan sejak tahun 2015, ternyata belum ada satupun petani asal Kota Cimahi yang mendaftar ke dalam program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Padahal, program itu dinilai bermanfaat untuk melindungi petani ketika mengalami berbagai musibah yang melanda sektor pertanian.
Berdasarkan data Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Cimahi, jumlah petani di Kota Cimahi mencapai 657 orang.
Sebanyak 505 di antaranya petani padi yang masuk kategori program asuransi dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI. Sedangkan sisanya petani holtikultura.
“Di kita enggak ada yang masuk asuransi pertanian,” kata Kepala Bidang Pertanian pada Dispangtan Kota Cimahi, Mita Mustikasari saat dihubungi, Senin (30/3).
Menurut Mita, belum adanya petani yang mendaftar masuk AUTP di Kota Cimahi mungkin saja mereka merasa selama ini belum ada gangguan terhadap sektor pertanian yang dimiliknya. Total lahan sawah tersisa hanya sekitar 137 hektare.
Padahal, tegas Mita, asuransi tersebut sangat bermanfaat bagi petani apabila ada hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti kerusakan lahan, tanaman terkena wabah hama hingga terdampak bencana alam.
“Kita kan dari penyuluh setiap hari keliling. Allhamdulilah sampai saat ini kalau ada serangan hama masih bisa diantisipasi. Jadi mungkin para petani masih dalam kondisi aman,” ungkap Mita.
Ia mengklaim, pihaknya bersama para penyulu kerap melakukan sosialisasi dan edukasi baik secara formal maupun non formal mengenai manfaat asuransi tani ini. Harapannya, petani mau mengasuransikan lahan sawahnya sebagai perlindungan jika nantinya mengalami musibah.
“Sangat penting. Bencana kan enggak bisa diprediksi, tapi kan mereka bisa melindungi lahan pertanian yang dikelolanya. Tapi sosialisasi, edukasi tetap kita lakukan ke para petani, tapi kita enggak bisa maksa juga,” jelasnya.
Mita melanjutkan, sesuai namanya AUTP merupakan perlindungan yang diberikan dirujukan secara khusus untuk petani yang memiliki tanaman padi.
Tujuannya, untuk melindungi kerugian nilai ekonomi usaha tani padi akibat gagal panen, sehingga petani memiliki modal kerja untuk pertanaman berikutnya.
Total premi yang harus dibayar Rp. 180.000. Petani hanya membayarkan premi Rp. 36.000, sedangkan 80 persen sisanya dibayarkan oleh pemerintah pusat. Untuk pertanggungan harga maksimalnyya Rp. 6.000.000 per hektare jika terjadi bencana pada sektor pertanian petani.