JAKARTA – Mantan Ketua KPK Abraham Samad menilai penghentian penyelidikan 36 kasus terbilang aneh dan tidak wajar. Sebab untuk menghentikan penyelidikan dibutuhkan waktu yang panjang.
Menurutnya, penghentian penyelidikan sebuah kasus harusnya dikaji secara matang. Agar mendapat gambaran yang obyektif pada tiap kasusnya.
“Tak boleh pimpinan seenaknya menghentikan kasus di tingkat penyelidikan yang sedang ditangani penyelidik,” kata Samad kepada wartawan, seperti dilansir Fajara Indonesia Network (FIN) Grup Jabar Ekspres, (20/2)
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, penghentian penyelidikan bukanlah praktik yang baru dilakukan di KPK. Dalam lima tahun terakhir sejak 2016, KPK telah menghentikan total 162 perkara di tingkat penyelidikan.
“Penghentian tersebut tentu dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab,” ujar Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (20/2).
Ali Fikri menjelaskan, terdapat beberapa pertimbangan yang menjadi dasar penghentian penyelidikan sejumlah perkara tersebut. Adapun di antaranya penyelidikan telah dilakukan sejak lama seperti 2011, 2013, 2015, dan lain-lain.
Selain itu, sambungnya, tidak terpenuhinya syarat untuk meningkatkan perkara ke tahap penyidikan juga menjadi alasan pihaknya menghentikan penyelidikan.
Seperti tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup, tak terkualifikasi sebagai tindak pidana korupsi, serta alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Untuk tahun 2020 jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, yaitu terkait dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/D,” beber Ali Fikri.
Ali Fikri menyatakan, KPK wajib memastikan seluruh perkara yang ditingkatkan ke tahap penyidikan memiliki bukti yang kuat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Sehingga, sudah sepatutnya proses penghentian perkara dilakukan di tingkat penyelidikan.
“Sama halnya dengan pasca berlakunya UU KPK yang baru. Meskipun UU Nomor 19 Tahun 2019 membuka ruang secara terbatas bagi KPK untuk menghentikan perkara di tingkat penyidikan dan penuntutan, namun KPK tetap wajib menangani perkara secara hati-hati,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun dengan tegas membantah penurunan kinerja penindakan lembaga yang dipimpinnya.