JAKARTA- Dalam Pasal 170 ayat 1 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja Omnibus Law menyebut pemerintah berhak mengubah UU melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Hal itu mendapat reaksi keras dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Karena, PP tidak bisa melakukan perubahan Undang-Undang.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menilai tidak bisa UU diubah hanya dengan mengeluarkan PP. Sehingga dia mengeluhkan hal tersebut.
“Ya enggak bisa. Tidak bisa perubahan UU dengan ketentuan PP. Secara hukum normatif PP enggak bisa ubah UU,” ujar Azis Syamsuddin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/2).
Oleh sebab itu, politikus Partai Golkar ini menduga adanya salah ketik dalam RUU Omnibus Law tersebut. Sehingga menyebutkan UU bisa diubah dengan pemerintah mengeluarkan PP. “Jadi mungkin ini salah ketik ya,” tuturnya.
Sehingga, dalam rapat bersama dengan pemerintah, Azis Syamsuddin akan menanyakan Pasal 170 RUU Omnibus Law tersebut. Karena dalam aturan perundang-undangan disebutkan tidak bisa mengubah UU dengan menggunakan PP. “Nanti dalam pembahasan akan kita bahas. Apakah juga masih dimungkinkan dilakukan perubahan,” ungkapnya.
Diketahui, Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja Omnibus Law, pada Pasal 170 ayat 1 disebutkan pemerintah berhak mengubah UU melalui Peraturan Pemerintah (PP). Pasal yang dimaksud tertuang dalam Bab XIII Ketentuan Lain-lain RUU Cipta Kerja. Dalam pasal 170 ayat (1) disebutkan Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang.
Pasal 170 ayat (1) berbunyi: “Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini”.
Pasal 170 ayat (2) berbunyi: “Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal 170 ayat (3) berbunyi: “Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia”. (jpc/drx)