BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Sosial (Kemensos) RI terkait penghuni disabilitas Balai Wyata Guna Bandung yang dikeluarkan.
“Ya sudah saya komunikasikan kepada kementerian sosial. Itu kan isunya antara penghuni dengan kementerian karena lahannya ada di sana,” kata Emil sapaan akrabnya di Bandung, Kamis (16/1).
Dia menyebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) telah memediasi kedua belah pihak dan memberikan solusi-solusi, seperti memfasilitasi tempat tinggal para penghuni disabilitas yang dikeluarkan.
“Kita ada tempat di Cibabat, ada kendaraan juga untuk mengangkut di Wyata Guna ke Cibabat, kita akan sediakan tempat dan makan lain-lain,” jelasnya.
Akan tetapi, Emil tetap menyerahkan persoalan tersebut ke Kemensos RI karena wilayah (Balai Wyata Guna) itu bukan kewenangan Pemprov Jabar.
“Jadi mungkin media tanya ke kemensos, tapi Pemprov Jabar mencoba memberikan pengertian-pengertian sambil memberikan solusi,” kata Emil.
Sementara itu, Kepala Bagian Pertimbangan Advokasi Biro Hukum Kementerian Sosial (Kemensos) RI, Zaenudin Kapitan Hitu menyampaikan, bahwa Balai Wyata Guna Bandung membantah tidak melakukan pengusiran terhadap para penghuni disabilitas. “Saya harus klarifikasi, tidak ada pengusiran,” tegas Zaenudin.
Akan tetapi, kata dia, yang dilakukan Balai Wyata Guna sudah sesuai dengan aturan dan prosedur. Pasalnya, ketika masa layanan telah berakhir, maka para penghuni harus diterminasi.
Sebelum diterminasi, lanjutnya, pihak balai menginvetarisir para penghuni untuk mengetahui masih atau tidaknya sebagai Penerima Manfaat (PM).
“Setelah berakhirnya layanan maka kita menata penataan aset. Diinventarisir (Penghina) sama pihak Balai mana saja yang sudah terakhir sih kalau sudah berakhir kemudian mereka harus selesaikan begitu,” ucapnya.
Zaenudin menyebut, permasalahan berawal dari perubahan status Panti menjadi Balai yang menyebabkan kebijakannya berganti.
“Persoalan ini adalah persoalan layanan saja. Tadi kita dengar permintaan mereka untuk tinggal di sini. Nah, kebijakan tinggal di sini kan bukan kebijakan kami, tapi ke kepala balai. Tetapi persoalan ini sebenarnya sudah lama. Dia mulai muncul itu setelah ada perubahan dari panti menjadi balai,” jelasnya.
Zaenudin menegaskan, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam proses pengakhiran masa layanan dengan mengeluarkan para penghuni. Pertama, tidak boleh melakukan kekerasan fisik. Kedua, sebelum keluar harus mencatat barang-barang para penghuni agar tidak ada barang yang rusak dan hilang. Ketiga, ketika setelah dikeluarkan harus difasilitasi, misalkan dikasih kontrakan, dan mengantar langsung ke keluarganya. (mg1/drx)