SOREANG – Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukan prevalensi stunting di Kabupaten Bandung mengalami penurunan dari 40,7 menjadi 35,2 persen.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung Teddy Kusdiana saat membuka Sosialisasi Peraturan Bupati Nomor 74 Tahun 2019 tentang Percepatan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting.
”Prevalensi ini lebih tinggi dari prevalensi stunting nasional 30,8 persen dan provinsi 31,2 persen. Meskipun telah menurun, namun stunting masih menjadi prioritas utama pemerintah daerah,” kata Teddy saat ditemui disela-sela sosialisasi belum lama ini.
Menurut Teddy salah satu penyebab terjadinya stunting adalah kurangnya asupan gizi pada ibu hamil dan anak. ”Guna mencegah terjadinya itu, kita bisa melakukan pendekatan dengan cara perbaikan gizi sensitif melalui ketersediaan air bersih, ketahanan pangan dan gizi, Keluarga Berencana (KB), jaminan kesehatan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Sementara perbaikan gizi spesifik yakni dengan perbaikan gizi pada remaja puteri, ibu hamil, ibu menyusui dan bayi usia 0 – 23 bulan,” jelasnya.
Teddy menjelaskan, dalam menekan stunting perlu adanya komitmen bersama antara perangkat daerah (PD), camat, kepala desa, puskesmas dan masyarakat dalam upaya intervensi penurunan stunting agar terintegrasi secara optimal.
”Bagi kelapa desa, dana desa dapat dimanfaatkan untuk penanganan dan pencegahan stunting seperti pembangunan atau rehab poskesdes (Pos Kesehatan Desa), polindes (Pondok Bersalin Desa) dan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Pada kegiatan ini, kami berharap seluruh PD, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha dan masyarakat dapat sabilulungan menurunkan angka stunting di Kabupaten Bandung,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Grace Mediana Purnami mengatakan, pemerintah daerah telah mengeluarkan berbagai macam program penurunan angka stunting. Antara lain, cakupan penggunaan sumber air minum layak yang mencapai 68.000 rumah tangga, cakupan rumah tangga peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 462.849. Program lainnya adalah cakupan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang mendapatkan FDS gizi mencapai 24.128.
“Sedangkan cakupan keluarga 1.000 HPK (Hari Pertama Kelahiran) kelompok miskin sebagai penerima BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) mencapai 2.679 kelompok,” ungkap Grace.
Pada sosialisasi yang dihadiri 75 peserta itu, pihaknya berterima kasih kepada seluruh stakeholder yang telah berkontribusi dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD).