CIMAHI – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, sepanjang Januari hingga September 2019 ada 129 juta serangan siber yang masuk di Indonesia. Serangan itu didominasi oleh malicious ware atau malware.
Hal itu diungkapkan Direktur Pengendalian Informasi, Investigasi dan Forensik Digital BSSN, Brigjen TNI Bondan Widiawan, usai menghadiri acara Seminar Nasional ‘Kedaulatan Telekomunikasi dan Keamanan Siber Tahun 2019’ di Aula Pusdikhub AD, Jalan Gatot Subroto, Kota Cimahi, Selasa (19/11).
”Pemicunya bisa dari operating system (OS) bajakan, tidak update OS, khususnya bagi pengguna Microsoft,” ujar Bondan.
Bondan mengatakan, di Indonesia sumber serangan siber berasal dari dalam negeri. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan jika serangan berasal dari luar negeri, namun dikendalikan (remote) seolah-olah berasal dari dalam negeri.
”Untuk negara yang melakukannya tidak bisa saya sebutkan ya, karena itu sensitif. Itu bisa terjadi setelah kita dalami teknik poisoning, RV dan DNS,” katanya.
Menurutnya, jika serangan itu tak segera ditangani, bisa menjadi botnet dan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.
”Worm yang masuk itu ukurannya 500 kb, tapi bisa menargetkan tempat pengolahan uranium, yang bisa memicu ledakan,” ujar Bondan.
Saat ini, ujar Bondan, BSSN terus berbenah untuk menghadapi serangan siber yang makin canggih tiap tahunnya. Di antaranya dengan Global Cyber Security Indicator (GSCI).
”Kita punya Global Cyber Security Indicator (GSCI) ranking 4 di Asia dan 41 di dunia. Semua kekurangan akan terus kita perbaiki,” tandasnya.
Di tempat sama, Dirhub TNI AD, Brigjen TNI Widjang Pranjoto mengatakan, dalam menghadapi era revolusi industri 4.0, prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dibekali pendidikan siber. Bahkan, sudah meluluskan angkatan pertama perwira siber dari seluruh jajaran matra TNI AD pada tahun 2019.
Menurutnya, para perwira siber itu dibekal pendidikan teknologi digital sebagai salah satu upaya menangkal perang proksi. Secara legal, sudah dibuat kurikulum ilmu siber dan perang proksi yang sebetulnya sudah ada sejak tahun 2017 namun baru diterapkan.
”Kita sudah luluskan perwira siber yang memiliki pengetahuan dasar di bidang siber yang nanti kemampuannya akan ditingkatkan,” ujarnya.