Di mana pun saya berada selalu ada yang bertanya soal penyembuhan kanker.
Khususnya kanker hati. Saya dianggap yang punya pengalaman langsung. Kemarin, saya harus menjawab banyak pertanyaan seorang wanita yang suaminya terkena kanker hati.
Saya pun harus mengikuti perkembangan teknologi penyembuhan kanker. Bertanya pada dokter ahli bidang itu. Biar pun bukan untuk saya sendiri.
Juga harus mengikuti jurnal-jurnal kedokteran. Yang kadang bahasanya begitu tinggi –sulit saya mengerti.
Dari semua itu saya tahu: Carbon Ion. Bahan itulah yang sudah terbukti ampuh untuk memerangi kanker. Itulah andalan penyembuhan kanker di mana-mana. Sekarang ini.
Jerman yang lebih dulu. Sejak 10 tahun lalu. Negara lain menyusul belakangan.
Persoalannya: peralatan untuk menembakkan carbon ion itu mahal sekali. Bikinan Jerman. Harganya di atas Rp 500 miliar.
Tidak banyak rumah sakit yang mampu membeli. Pun di negara kaya.
Rasanya baru 20-an pusat kanker yang memilikinya. Di antaranya Jerman, Amerika, Jepang, Tiongkok, Perancis, Korsel.
Rumah sakit universitas di Kota Heidelberg yang memulai di Jerman. Orang pun berbondong ke sana.
Mesin itu sebenarnya ‘hanya’ semacam alat transportasi. Tapi barang yang harus diangkut tidak terlihat mata. Anda sudah tahu bahwa kita tidak bisa melihat atom. Padahal carbon ion ini lebih kecil dari atom.
Saya pun menyerah. Misalkan diberi uang Rp 100 miliar. Tapi harus bisa mengirim barang sekecil itu.
Apalagi alamat yang harus menerima kiriman itu sulit dicari. Bukan di gang 5 seperti lagu dangdut itu.
Carbon ion tersebut harus diangkut dan harus bisa sampai ke kanker di dalam tubuh. Bahkan lokasinya harus tepat: harus benar-benar sampai di bagian DNA sel kanker itu.
Itu pun tidak cukup. Proses pengiriman itu harus sangat cepat. Agar bahan atom itu tidak meledak di tengah jalan.
‘Di tengah jalan’ itu berarti di antara kulit tubuh ke lokasi kanker. Jaraknya mungkin hanya 10 cm. Atau sekitar itu. Tergantung dari bagian mana carbon ion itu dimasukkan tubuh dan di mana lokasi kankernya.