Adegan itu diselingi dengan kejadian akan datang. Semacam film Back to the Future.
Yakni saat sang guru tiba-tiba terpilih jadi presiden. Pagi itu ia belum tahu kalau terpilih. Tiba-tiba ada Paspampres yang mengetuk pintu rumahnya. Saat itu ia baru merebut roti dari mulut ayahnya.
“Bapak harus segera ke istana. Untuk menjalani hari pertama sebagai presiden,” ujar Paspampres itu.
“Tidak bisa. Saya ada undangan rapat dewan guru,” jawabnya.
Paspampres memaksa.
Ia kaget.
Ternyata ia dijemput mobil kepresidenan. Dengan pengawalan ketat.
Dalam perjalanan ke istana itu ia melihat siaran TV di mobil. Tentang kegembiraan rakyat yang luar biasa. Terhadap keterpilihan dirinya sebagai presiden.
“Hah? Saya jadi presiden?” katanya pada diri sendiri.
Tiba di istana ia diberi tahu. Acara pertama hari itu adalah pemotretan. Untuk membuat foto resmi presiden baru. Yang akan dipasang di istana dan di mana-mana.
Adegan berikutnya ia diminta memilih jam tangan. Disodorkan padanya merk-merk Patek Philippe, Louis Moinet, dan yang supermahal lainnya.
Ia menolak. Pilih pakai jamnya sendiri.
Lalu diminta memilih jas: Hermes, Versace, dan sejenisnya.
Ia menolak.
Disodori pilihan sepatu mahal-mahal. Menolak.
“Saya harus segera balik ke sekolah. Ada rapat dewan guru. Saya takut telat,” pintanya pada Paspampres.
Tiba di sekolah ia sudah dihadang panggilan kepala sekolah.
Ternyata sang kepala sekolah marah besar. Soal viralnya video guru dalam keadaan tidak sopan itu.
Ia diancam dipecat.
Ia pun tidak jadi rapat dewan guru.
Keluar dari ruang kepala sekolah Paspampres sudah menunggu. Untuk acara presiden berikutnya.
Sekolah itu pun heboh. Ternyata seorang gurunya terpilih jadi Presiden Ukraina.
Kehebohan selanjutnya –dan kelucuan komedinya– Anda bisa nonton sendiri.
Bintang utama film seri itu, Zelensky, begitu populer. Mengalahkan popularitas siapa pun di negeri itu.
Akhirnya Zelensky tergoda masuk politik. Enam bulan sebelum pemilu bikin partai baru: Partai Слуга народу.
Lalu ia terpilih itu. Di saat kepercayaan rakyat pada partai lama tinggal 14 persen.
Pelajaran berharganya: jangan takut bikin partai baru.