NGAMPRAH– Sekitar 50 persen sekolah dasar (SD) di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dalam kondisi rusak dengan tingkatan mulai ringan, sedang, hingga berat. Sejumlah SD yang rusak tersebut tersebar di 16 kecamatan di KBB.
“Total SD di KBB itu, baik swasta ataupun negeri mencapai angka 709 SD. Sekitar 50 persennya memang kondisinya rusak. Perbaikan kami upayakan dengan anggaran dari berbagai sumber,” kata Kepala Bidang (Kabid) SD pada Dinas Pendidikan (Disdik) KBB, Asep Nirwan, Minggu (6/10).
Asep menyebutkan, kerusakan sekolah tersebut mulai dari kerusakan pada ruang kelas hingga konstruksi bangunan. Kerusakan ini disebabkan berbagai hal di antaranya akibat usia bangunan yang sudah tua, sehingga kondisinya rapuh.
Perbaikan, lanjut dia, dilakukan secara bertahap dengan menggunakan berbagai sumber anggaran, mulai dari APBD hingga APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Untuk DAK, tahun ini pihaknya menerima Rp 35 miliar untuk rehabilitasi ruang kelas dan konstruksi bangunan.
“Untuk DAK tahun ini, itu terbilang kecil dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang sempat mencapai Rp 60 miliar. Namun, kami upayakan mencari sumber anggaran lainnya terutama untuk perbaikan sekolah yang sudah masuk daftar prioritas,” tuturnya.
Asep menambahkan, anggaran perbaikan sekolah dari bantuan pusat bisa dialokasikan ketika pihak sekolah secara berkala melaporkan kondisi bangunan sekolahnya. Hal itu nantinya akan disinkronisasikan dengan data pokok pendidikan di pusat.
“Jika pihak sekolah tidak rutin melaporkan kondisi bangunan sekolahnya, itu akan sulit mendapatkan bantuan dari pusat karena nantinya disinkronkan dengan data di dapodik,” tuturnya.
Asep menjelaskan, sejumlah SD saat ini tengah diproyeksikan untuk merger (penggabungan) dengan alasan minimnya jumlah siswa. Tahun lalu, ada 6 SD yang dimerger, yakni sekolah di Padalarang, Cipeundeuy, dan Lembang.
Selain itu, sekolah lainnya yang diproyeksikan untuk dimerger di antaranya SDN 3 dan SDN 2 Gudangkahuripan. Kedua sekolah yang satu komplek ini rata-rata hanya memiliki 20 siswa per rombongan belajar. “Ada rencana memang untuk beberapa sekolah dimerger. Idealnya, jumlah siswa per kelas itu minimal 30 siswa,” tuturnya.
Seperti diketahui, SDN 3 Gudangkahuripan, selain minim siswa juga kondisi bangunannya rusak berat. Atap dua ruang kelas di SD tersebut ambruk, sehingga sebagian siswa terpaksa belajar di ruang guru.