NGAMPRAH – Pasca dibuka kembali pada 1 Agustus 2019, Taman Wisata Alam (TWA) Tangkuban Parahu kembali erupsi sebanyak delapan kali.
Hal itu berdasarkan keterangan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang mencatat terjadi erupsi sejak Kamis (1/8) malam hingga Jumat (2/8) sore.
Dipantau dari kamera Badan Geologi (vsi.esdm.go.id) di Kawah Ratu pada pukul 15.00 WIB, terlihat semburan asap dan abu vulkanik masih keluar dari mulut kawah.
Kepala PVMBG Kasbani mengatakan Gunung Tangkuban Parahu terus bergejolak melepaskan energi secara kontinyu. Dari rekaman seismogram di pos pemantauan Gunung Tangkuhan Perahu, goretan aktivitas vulkanik berada di rentang amplitudo 5-30 mm, bahkan sesekali overscale hingga 50 mm.
“Erupsi pertama terjadi pada Kamis malam sekitar pukul 20.46 WIB, kemudian diikuti erupsi kecil pada dini hari. Sejak siang terjadi erupsi terus menerus,” kata Kasbani di pos pemantauan, kemarin.
Lantaran hal itu, pihaknya kesulitan untuk mengukur kondisi aktivitas vulkanik di sekitar kawah. Pasalnya, potensi bahaya abu, gas vulkanik dan lontaran lumpur dari dasar kawah masih rentan terjadi.
“Tadi ada tim sesekali ke atas, memeriksa di satu titik, kemudian kembali lagi,” ucap Kasbani.
Berdasarkan data PVMBG, erupsi terjadi pada 1 Agustus 2019 pukul 20.46 WIB dengan tinggi 180 meter dari dasar kawah. Kolom abu teramati berwarna kelabu condong ke arah utara dan timur laut.
Disusul pada 2 Agustus 2019 pukul 00.43 WIB, erupsi terjadi dengan tinggi kolom abu tidak teramati. Erupsi kembali terjadi pada pukul 01.45 WIB, 03.57 WIB dan 04.06 WIB. Namun, tinggi kolom abu pada erupsi susulan tersebut dikabarkan tidak melampaui tinggi kolom abu pada erupsi pertama.
“Dari analisis kami status aktivitasnya (Gunung Tangkuban Parahu, red) dinaikkan menjadi waspada dengan ancaman 1,5 kilometer dari pusat kawah,” papar Kasbani.
Ia juga mengimbau agar masyarakat, khususnya di sekitar Tangkuban Parahu tidak perlu was-was selama berada diluar radius 1,5 kilometer tadi. “Ya. Di luar radius 1,5 kilomter itu, selebihnya aman,” ujarnya.
Dengan ancaman dalam radius 1,5 kilometer tersebut, Kasbani menyebutkan sampai saat ini belum ada proses evakuasi yang diperlukan karena jarak pusat lereng ke pemukiman warga berkisar 5 kilometer.