JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kemarin (10/7) mengeluarkan putusan etik yang cukup berat untuk KPU. Dua komisioner lembaga penyelenggara pemilu itu dicopot dari jabatan yang diemban saat ini. Artinya, mereka tidak boleh lagi memegang jabatan tersebut. Kini, KPU mau tidak mau harus menarik jabatan mereka dan menggantinya dengan komisioner lain.
Kedua komisioner itu adalah Ilham Saputra yang mengepalai Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik dan Evi Novida Ginting yang memimpin divisi Sumber Daya Manusia. Selain pencopotan dari jabatan, keduanya juga mendapat sanksi peringatan keras dari dua perkara yang berbeda.
Ilham mendapat sanksi akibat persoalan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Partai Hanura. Awal November lalu, Partai Hanura melakukan PAW terhadap salah satu anggotanya, Dossy Iskandar Prasetyo. Dossy merupakan wakil dari dapil Jatim VIII yang meliputi Kabupaten Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Kota Mojokerto, dan Kota Madiun.
Berdasarkan aturan, penggantinya adalah Sisca Dewi Hermawati yang mendapat suara terbanyak kedua dari Partai Hanura di dapil tersebut. Namun, Sisca telah dipecat oleh Hanura karena tersangkut masalah hukum. Sebagai gantinya, Hanura mengajukan nama Tulus Sukariyanto yang juga menjadi pengadu dalam perkara tersebut.
Pengajuan itu ditolak dan KPU tetap menunggu upaya hukum Sisca atas pemecatannya. Juga menunggu revisi PKPU 6/2019 tentang perubahan PKPU PAW Anggota DPR dan DPRD. Sikap itu dinilai DKPP menyalahi kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. “Seharusnya Proses Penggantian Antarwaktu pengadu dapat diproses karena telah memenuhi ketentuan perundang-undangan,” ucap Anggota DKPP Alfitra Salam yang membacakan pertimbangan majelis.
Semetara, Evi terkena sanksi akibat mendiskualifikasi peserta seleksi calon anggota KPU Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur. Yang didiskualifikasi adalah peserta yang mendapatkan nilai Computer Assisted Test (CAT) tinggi dengan dugaan menerima bocoran soal dan jawaban.
Menurut DKPP, hal itu tidak bisa dibenarkan karena tidak memberikan kepastian hukum. Seharusnya, KPU mengulang proses seleksi tersebut. apalagi, salah satu peserta dengan nilai CAT tertinggi menyatakan tidak pernah menerima bocoran soal dan jawaban. “Para teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” ucap ketua DKPP Harjono.