CIMAHI – Pemenuhan kebutuhan ekonomi khususnya isi perut, masih menjadi alasan para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Cimahi tetap berjualan di zona terlarang, seperti di bahu jalan atau trotoar. Pemandangan itu kerap terlihat di sejumlah ruas, seperti di Jalan Djulaeha Karmita, Jalan Sriwijaya Raya hingga Jalan Mahar Martanegara.
Soleh, 34, salah seorang PKL di Jalan Mahar Martanegara menuturkan, ia terpaksa melanggar aturan demi memenuhi keperluan sehari-hari. Untuk berjualan di tempat tersebut, dia mengaku membayar sejumlah uang pada seseorang yang mengaku pihak keamanan.
”Setiap bulan kami bayar ke orang, katanya keamanan disini. Ya sekitar Rp50 ribu bayarnya. Kalau mau ada razia dia kadang kasih tahu, jadi bisa siap-siap kabur,” tutur Soleh, ditempatnya berjualan, Minggu (7/7).
Usep Ismadi, 48, PKL lainnya mengaku terpaksa berjualan di bahu jalan karena tidak memiliki modal untuk menyewa kios di pasar. Selain itu, keuntungan yang diperoleh saat berjualan buah-buahan di pinggir jalan, lebih besar dibandingkan berjualan di pasar.
”Mau bagaimana lagi, urusan perut soalnya. Kalau tidak jualan disini, tidak bisa dapat penghasilan. Kalau harus sewa kios kan mahal, butuh modal lagi,” ujar Usep.
Dirinya mengaku sudah berjualan di bahu Jalan Mahar Martanegara selama empat tahun. Selama itu pula, sudah belasan kali dia terkena razia yang dilakukan Satpol PP Kota Cimahi.
”Lumayan sering kena razia, paling disita dulu barang-barangnya. Nanti ditebus lagi pas tipiring. Setiap tipiring bayar Rp75 ribu. Ya besoknya sudah jualan lagi, karena butuh,” jelasnya.
Terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Satpol PP Kota Cimahi, Totong Solehudin mengaku, pihaknya rutin melakukan penertiban PKL, namun dilema dalam memberikan sanksi pada mereka.
”Memang dilematis terkait denda ini, manakala dendanya kita buat besar dianggap tidak manusiawi dan tidak ada keberpihakan terhadap masyarakat kecil,” ujar Totong.
Soal adanya setoran oleh PKL ke pihak keamanan, menurutnya hal tersebut sudah menyalahi. Sebab pihak yang dimaksud biasanya merupakan preman atau pihak tak bertanggung jawab.
”Memang sempat mencurigai, tapi tidak bisa asal menuding siapa oknumnya. Bisa kita sebut saja mereka itu preman, yang mencari keuntungan dari sini. Kami imbau PKL jangan lagi bayar ke mereka. Lebih baik kita cari solusinya, apakah mesti relokasi atau solusi lainnya,” tegasnya. (mg5/ziz)