JAKARTA – Dari total angkatan kerja sebanyak 136,18 juta orang, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2019, sebanyak 129,36 juta memiliki pekerjaan sementara 6,82 juta orang menganggur.
“Dibanding setahun yang lalu, jumlah penduduk bekerja bertambah 2,29 juta orang, sedangkan pengangguran berkurang 50 ribu orang,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, di kantor BPS Pusat, Jakarta, kemarin (7/5).
Sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja, menurut Suhariyanto, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat. TPAK pada Februari 2019 tercatat sebesar 69,32 persen, meningkat 0,12 persen dibandingkan Februari 2018. “Peningkatan TPAK memberikan indikasi adanya potensi ekonomi dari sisi pasokan (supply) tenaga kerja yang juga meningkat,” jelasnya.
Berdasarkan jenis kelamin, menurut dia, terdapat perbedaan TPAK antara laki-laki dan perempuan. Pada Februari 2019, TPAK laki-laki sebesar 83,18 persen dan TPAK perempuan hanya sebesar 55,50 persen. “Dibandingkan dengan kondisi setahun yang lalu, TPAK laki-laki dan perempuan masing-masing meningkat sebesar 0,17 persen poin dan 0,06 persen poin,” terangnya.
Mengenai pengangguran, Kepala BPS Suhariyato mengemukakan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.
Ia menyebutkan, TPT pada Februari 2018 sebesar 5,13 persen turun menjadi 5,01 persen pada Februari 2019. Sementara dilihat dari daerah tempat tinggalnya, TPT di perkotaan tercatat lebih tinggi dibanding wilayah perdesaan.
“Pada Februari 2019, TPT di wilayah perkotaan sebesar 6,30 persen, sedangkan TPT di wilayah perdesaan hanya sebesar 3,45 persen,” jelas Suhariyanto seraya menambahkan, dibandingkan setahun yang lalu, baik di perkotaan maupun di perdesaan TPT mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,04 persen poin dan 0,27 persen poin.
Sementara dilihat dari tingkat pendidikan pada Februari 2019, menurut Kepala BPS, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih tertinggi di antara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,63 persen. TPT tertinggi berikutnya terdapat pada tingkat Diploma I/II/III (6,89 persen).
Dengan kata lain, lanjut dia, ada penawaran tenaga kerja tidak terserap terutama pada tingkat pendidikan SMK dan Diploma I/II/III. “Mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja, dapat dilihat dari TPT SD ke bawah paling kecil di antara semua tingkat pendidikan yaitu sebesar 2,65 persen,” jelasnya.