JAKARTA– Salah satu akar masalah di konflik agraria adalah terkait tumpang tindih Hak Guna Usaha perusahaan dan tanah warga. (selengkapnya lihat infografis-red). HGU perusahaan berasal dari tanah publik seharusnya bisa diakses sangat mudah oleh publik, namun sayangnya data tersebut menjadi rahasia di tangan Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badang Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan dalih keamanan negara.
Berdasarkan data hasil overlay sementara yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, menyebutkan sebaran tumpang tindih izin-izin HGU dengan wilayah adat, tersebar di 307 komunitas adat yang masuk dalam HGU, dengan luasan 313.687.38 Hektar.
“Keterbukaan informasi publik dalam pengelolaan SDA menjadi hal yang sangat fundamental bagi Masyarakat adat. Masyarakat adat tidak pernah tahu bagaimana proses lahirnya izin HGU dan penetapan kawasan hutan diatas wilayah adat mereka, ujar Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM, AMAN. Arman
Arman mengatakan, program Reforma Agraria yang sedang dijalankan oleh pemerintah saat ini, justru berpotensi kuat menjadi sumber konflik baru. Salah satunya perampasan wilayah adat karena tidak adanya informasi yang jelas mengenai lokasi tanah objek reforma agraria (TORA) dan ketiadaan hukum pengakuan masyarakat adat beserta wilayah adatnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Departemen Kampanye Konsorsium Agraria (KPA) Beny Wijaya mengatakan, ditutupnya data HGU juga yang berdampak terhadap mandegnya pelaksanaan reforma agraria dalam 4 tahun ini. Padahal reforma agraria merupakan salah satu janji prioritas pemerintahan Jokowi JK.
“Sejumlah organisasi masyarakat sipil juga telah menyerahkan data-data wilayah konflik kepada pemerintah sebagai prioritas penyelesaian konflik agraria. Salah satunya data Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang telah diusulkan KPA sejak 2017. Dari 462 lokasi LPRA yang telah diserahkan, sebanyak 224 lokasi dengan luasan 411.465 hektar berkonflik dengan HGU, baik HGU perusahaan Negara (PTPN) maupun HGU perusahaan swasta.,” terangnya.
Tuntutan atas reforma agraria bukan karna semata-mata merupakan janji pemerintah yang sedang berkuasa. Namun reforma agraria merupakan mandat konstitusi yang wajib dijalankan oleh siapapun Presiden Indonesia sebagai mandatoris.
Urgensi pentingnya membuka data HGU juga terkait dengan pendapatan negara, jika HGU tidak dibuka maka publik tidak mengetahui apalagi mengawasi seberapa besar pendapatan negara yang harus diterima dari industri perkebunan, jelas Vera Falinda, Program Officer TuK Indonesia. (fin/tgr)