Kemarin (12/3) tepat 700 hari pasca insiden teror terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Peristiwa 17 April 2017, masih mengurai pertanyaan besar. Mengapa pelaku masih berkeliaran bebas. Padahal mulut Anies sudah berbusa-busa, memaparkan adanya peran “jenderal” di balik tragedi yang membuat mata kirinya nyaris buta.
RIZKY AGUSTIAN/FIN – Jakarta
JARUMjam menunjukkan pukul 19.21 WIB. Hari ini, pelataran lobi Gedung Merah Putih KPK di Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (12/3), terlihat lebih ramai dari biasanya. Meski telah memasuki jam bubar kantor, tapi akses masuk utama lembaga antirasuah itu terasa penuh sesak. Kendati ramai, malam itu terasa berbeda. Sunyi, sepi.
Puluhan orang berbondong-bondong menyambangi kantor lembaga antirasuah. Beberapa pegawai KPK juga terlihat turut memenuhi kerumunan. Mereka hadir bukan berkapasitas sebagai saksi suatu perkara. Pun tidak untuk melaporkan adanya indikasi tindak pidana korupsi. Aura semangat terpancar dari diri mereka. Semangat yang berbeda. Semangat solidaritas.
Mereka berkumpul untuk menggelar aksi. Akan tetapi, aksi tersebut ternyata bukan ajang demonstrasi biasa. Memang, sejumlah banner tetap dibentangkan, poster-poster pun demikian. Namun yang membedakan, tidak ada orasi menggebu-gebu. Yel-yel penyemangat pun juga tak terdengar.
Semua bentangan banner dan poster memiliki nada seirama; protes terhadap mangkraknya penanganan perkara yang menimpa salah seorang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Mereka diam seribu bahasa. 700 detik lamanya. Ini Aksi Diam 700 Hari Pasca Penyerangan Novel Baswedan.
Ya, kemarin tepat 700 hari pascainsiden teror terhadap Novel terjadi. Pada subuh 17 April 2017 lalu, wajah Novel disiram oleh dua orang tak dikenal saat hendak melaksanakan solat subuh di masjid dekat kediamannya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibatnya, hingga kini, mata kiri Novel buta.
Aksi diawali dengan membagikan light stick, semacam lampu plastik berbentuk batangan kecil. Warnanya beragam. Tak hanya partisipan, awak media pun juga diberikan alat penerangan itu. Pantas saja dibagikan, pasalnya lampu yang biasa menerangi lobi KPK dimatikan sebagai salah satu rangkaian aksi.
Sekitar 25 orang pegawai KPK kemudian duduk berjejer tepat di depan lobi. Membentuk tiga shaf. Mereka diam. Tak bersuara sama sekali. Di belakang mereka, dua banner bertuliskan Aksi Damai 700 Hari Pasca Penyerangan Novel Baswedan didirikan.