JAKARTA – Badan Pemenangan Nasional untuk Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyesalkan sejumlah aksi penolakan terhadap calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 di berbagai daerah di Indonesia.
“Kami sangat menyesalkan dan prihatin dengan aksi itu, sebab Prabowo-Sandiaga diganggu dengan cara-cara yang kurang lebih intimidatif,” ujar Wakil Ketua BPN Piyo Budi Santoso, Senin (25/2).
Semisal, pada pekan lalu, Prabowo Subianto sempat mendapat sambutan dari massa yang mengatasnamakan pendukung Jokowi di kawasan Bulak-Kenjeran, kemudian Sandiaga Uno pada akhir pekan kemarin harus membatalkan kunjungannya di salah satu desa di Tabanan, Bali, dengan alasan sama.
Menurut PBS, sapaan akrabnya, cara-cara yang dilakukan dengan memobilisasi massa untuk mencegah calon presiden dan calon wakil presiden berkunjung seharusnya tidak boleh dibiarkan. “Cara intimidatif tidak akan laku dan publik akan melihat bahwa ini perlakuan tidak adil,” ucap sekretaris jenderal DPP Partai Berkarya tersebut.
Mantan politikus Golkar itu menambahkan, seharusnya semua daerah di negeri ini tidak boleh ada yang mengklaim menjadi salah satu basis tertentu, bahkan pihaknya telah diingatkan oleh Prabowo dan Sandiaga agar tak melakukan cara serupa. “Kami dilarang Prabowo melakukan penghadangan jika ada Pak Jokowi atau Kiai Ma’ruf berkunjung ke daerah,” kata wakil ketua DPR RI periode 2009-2014 tersebut.
Pihaknya berharap cara-cara penghadangan atau mobilisasi massa untuk mengintimidasi calon presiden yang didukungnya dihentikan sehingga tidak mencederai politik dan pesta demokrasi di Tanah Air.
Selain mengkritisi masifnya gerakan penolakan kehadiran Prabowo-Sandi, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Nizar Zahro berpendapat, gagasan Calon Presiden RI Joko Widodo dengan dengan tiga kartu yang paparkan pada Konvensi Rakyat Optimis Indonesia Maju, Minggu (24/2) bukan hal baru.
Kartu Sembako Murah, Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah), dan Kartu Pra-Kerja, itu hanya ganti nama dari bidik misi, raskin, dan Program Keluarga Harapan. Ketiganya dimulai pada era pemerintahan presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono,” terang Nizar di Jakarta, Senin (25/2).