Salah satunya ia ungkap di twitter: 200 juta orang Latin akan membanjiri Amerika. Kalau perbatasan terbuka. Mengerikan. Tapi rakyat Amerika tidak banyak yang bisa dibodohi. Twitter itu tidak salah: kalau perbatasan terbuka. Tapi kenyataannya perbatasan tidak terbuka. Penjagaan sudah ketat. Bahkan sudah ada tembok di beberapa lokasi penting.
Saya sudah ke beberapa titik perbatasan yang dimaksud. Bahkan melintasinya. Untuk merasakan situasinya. Sampai masuk ke wilayah Meksiko. Beberapa jam. Misalnya hanya untuk potong rambut. Lalu balik lagi ke wilayah Amerika. Trump juga mengeluarkan ancaman. Kalau pembangunan tembok tidak disetujui, rakyatlah yang akan jadi tembok. Tembok manusia. Tembok hidup. Rakyat berjajar di sepanjang perbatasan.
Saya pun membayangkan: mana ada orang Amerika yang mau begitu. Berkeringat di bawah matahari perbatasan: yang sangat menyengat. Yang dekat wilayah berbatu. Berpasir. Bergurun. Yang panasnya beda dengan Amerika belahan Utara.
Baca Juga:Bangun Jaringan Sampai Tingkat DesaSambut Baik Rencana Bentuk Samsat KBU
Ternyata saya salah. Rupanya ada juga yang mau menjadi pagar hidup.Tiga hari lalu. Sejumlah orang termotivasi twitter Trump. Datang ke perbatasan. Laki dan perempuan. Umumnya sudah agak tua. Berjajar. Bergandengantangan. Seperti menghadang gelombang manusia. Yang akan menerobos perbatasan. “Tembok manusia” itu lalu difoto. Difilmkan. Lantas di-upload ke media digital. Lalu bubar.
Publik juga tidak percaya begitusaja. ‘Tembok manusia’ itu tidak benar-benar di perbatasan. Hanya di satu taman. Di negara bagian New Mexico. Masih sekitar 10 Km dari perbatasan yang sesungguhnya. Gubernur New Mexico sendiri kalem saja. “Tidak ada krisis perbatasan di sini. Wilayah ini termasuk yang paling aman di Amerika,” ujar Michelle Lujan Grisham. Sang gubernur.
Pun kalau Trump akan mengeluarkan dekrit bukan berarti tanpa risiko. Dalam enam bulan presiden harus mempertanggung jawabkannya. Di depan DPR. Bahkan bisa lebih parah. Dekrit itu bisa jadi gerbang untuk melengserkannya. Lewat impeachment.
Pilihan Trump menjadi tidak banyak. Dekrit atau pemerintah tutup lagi. Kalau di Indonesia mungkin bisa ditemukan jalan kompromi. Misalnya biarlah tembok itu tetap dibangun. Beberapa meter saja. Yang penting janji kampanye sudah terpenuhi. Atau gak usah dibangun sama sekali. Tinggal menyakinkan yang pernah berjanji: jangan risau pada janji. Lupakan janji. Rakyat itu gampang lupa. Dan sangat pemaaf.
